LAMONGAN, KOMPAS.com - Polisi menangkap dua orang yang diduga memalsukan merek produk pupuk.
Kasi Humas Polres Lamongan Ipda Anton Krisbiantoro mengatakan, dua pelaku yang ditangkap itu adalah warga Gresik berinisial EF (36) dan wraga Lamongan berinisial P (47).
Baca juga: 3 Saudara Kembar di Lamongan Kompak Gelar Resepsi Pernikahan Bareng
"Pelaku diamankan unit dua Satreskrim Polres Lamongan pada Hari Sabtu (3/11/2022) sekira pukul 23.30 WIB. Atas surat pengaduan dan pelaporan yang dibuat oleh Nur Hasyim, tentang pengaduan merek dagang miliknya yang telah terdaftar di Depkumham RI, yang dipakai tanpa seizin pemilik merek," ujar Anton, saat dikonfirmasi, Selasa (15/11/2022).
Anton menjelaskan, pemilik merek dagang merasa dirugikan karena ada pihak lain yang memproduksi dan mengedarkan produk jenis dolomit untuk pertanian dan perkebunan merek SP-TRO 36 yang diproduksi PT Centra Agropratama Gresik Indonesia.
"Pemegang hak atas merek dagang terdaftar melaporkan, bahwa di Desa Banjarwati ada yang memproduksi pupuk dengan menggunakan merek dagang terdaftar miliknya tanpa izin," ucap Anton.
Polisi lalu mendatangi tempat usaha milik P di Desa Banjarwati untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Di lokasi, polisi menemukan aktivitas pengemasan pupuk curah ke dalam kantong bertuliskan PT Centra Agropratama Gresik Indonesia.
"Sebelumnya, pelapor mengatakan telah mendapat informasi dari salah seorang kostumernya yang ada di Makassar, terdapat pupuk palsu beredar seperti yang diproduksi PT Centra Agropratama Gresik Indonesia. Kemudian mendapat bocoran, yang itu mengarah kepada dua pelaku," kata Anton.
Polisi mengamankan 28 sak pupuk jenis dolomit dengan kemasan yang sama seperti produk PT Centra Agropratama Gresik Indonesia.
Baca juga: Tanggul Kali Plalangan Longsor, BPBD Lamongan Lakukan Penanganan Darurat
Selain itu, terdapat 100 sak kosong dengan merek yang sama, lima sak pupuk dolomit curah, dan sebuah truk yang hendak mengirim pupuk palsu itu.
"Kami jerat Pasal 100 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis, juncto Pasal 55 KUHP dan atau Pasal 122, juncto Pasal 73 Undang-Undang RI 22 Tahun 2019 tentang sistem budidaya pertanian berkelanjutan. Ancaman pidananya maksimal lima tahun," tutur Anton.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.