Menurut Eri, waktu-waktu tersebut seharusnya digunakan oleh para orangtua untuk membentuk karakter anak mereka.
"Karakter anak tanggung jawab sekolah dan pemerintah, tapi yang lebih penting adalah tanggung jawab orangtua. Jangan anak dibebankan dengan PR karena orangtua tidak mampu mendidik, tetapi mereka harus hadir agar anak tidak individualis," kata Eri.
Eri menganggap wajar pro dan kontra dalam kebijakan pembebasan PR.
Baca juga: Lurah dan Camat di Surabaya Tanda Tangani Kontrak Kinerja, Ini yang Harus Dilakukan
Kepala Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya Yusuf Masruh mengemukakan, pihaknya serius untuk mengurangi beban PR siswa.
Hal itu sesuai dengan Instruksi Wali Kota Surabaya mengenai jam sekolah yang terlalu panjang. Dampaknya aktivitas sosial di luar sekolah menjadi berkurang.
"Jam belajar selesai pukul 12.00 WIB dan pendalaman pukul 14.00 WIB. Artinya dua jam sudah efektif, anak-anak bisa mengikuti pola pembelajaran melalui pengembangan bakat masing-masing. Ada lukis, menari, mengaji, dan lainnya," tutur dia.
Baca juga: 5 Tempat di Surabaya untuk Memperingati Hari Pahlawan
Sedangkan bagi siswa tingkat SD dan SMP, ada kelas pengayaan untuk menyelesaikan pelajaran di sekolah.
"Agar fresh, pulang anak-anak sudah tidak ada beban mengerjakan PR. Maka pengayaan pembelajaran antar-teman bisa membantu menyelesaikan, pulang sudah tidak memikirkan PR," ujar Yusuf.
Menurutnya, pola pembelajaran pendalaman karakter yang diberlakukan akan melatih siswa menjadi lebih aktif, mandiri, dan berani berpendapat.
"Anak dilatih aktif membuat proyek. Maka, saya siapkan menu ekstrakurikuler yang cocok dengan sekolah dan kondisi anak-anak agar menyenangkan," katanya.
Baca juga: 46 Tempat Wisata di Surabaya, Jelajahi Kota hingga Alam Terbuka
Kebijakan penghapusan PR bagi pelajar SD dan SMP di Surabaya itu mendapatkan respons positif oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim.
"Tidak perlu ada PR rutin, seperti tugas dari LKS (Lembar Kerja Siswa). Itu akan sangat mengambil waktu," ungkap Nadiem, Senin (24/10/2022).
Menurut Nadiem, PR yang diberikan kepada siswa seharusnya tidak bersifat memberatkan, seperti untuk meningkatkan kapasitas membaca.
"Karena PR merupakan bagian dari project, kalau tidak ambil ekstrakurikuler, mereka pasti senang," kata dia.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Surabaya, Ghinan Salman)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.