Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebulan Tragedi Kanjuruhan, Mata Merah Aan Membaik, Masih Pemulihan Kaki yang Patah

Kompas.com, 4 November 2022, 12:52 WIB
Imron Hakiki,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Nur Saguanto (19) warga Desa Tegalsari, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, sedang merendam kaki kirinya di dalam ember berisi air hangat dan garam, Kamis (3/11/2022).

Sebab, pergelangan kaki kirinya masih belum pulih total setelah mengalami patah akibat tragedi Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022) lalu.

Ia merendam kakinya dengan air hangat dan garam rutin setiap hari. Cara itu adalah tradisi warga setempat yang diyakini bisa menjadi terapi untuk anggota tubuh yang patah.

Selain patah tulang, Nur Saguanto menderita luka lebam di tubuh dan mata merah, akibat tragedi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022).

Kini, tinggal pergelangan kaki yang masih dalam pemulihan. Sedangkan luka, lebam, dan mata merahnya sudah pulih total. Tinggal tersisa bekas luka yang masih terlihat.

Dengan kondisi pergelangan kakinya tersebut, pemuda yang akrab disapa Aan itu pun masih pincang ketika berjalan.

"Ini sudah mendingan. sebelumnya saya menggunakan alat bantu untuk bisa berjalan, selama kurang lebih tiga pekan. Kata dokter, butuh sekitar waktu 4-6 bulan untuk bisa kembali berjalan normal," ungkapnya saat ditemui, Kamis.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Mata Merah Naswa Mulai Membaik, Harus Pakai Obat Tetes 4 Kali Sehari

Sementara matanya yang memerah diduga akibat gas air mata telah pulih sekitar tiga pekan. Aan mendapat obat tetes mata saat berobat Rumah Sakit Hasta Husada, Kecamatan Kepanjen.

Obat tetes mata itu dipakai sebanyak enam kali dalam sehari.

"Saat ditetesi obat tetes itu, mata saya perih sekali. Tapi semakin hari berangsur membaik," jelasnya.

Kemudian untuk anggota tubuhnya yang mengalami luka kering dalam jangka waktu sekitar 20 hari. Sedangkan rasa nyeri di sekujur tubuhnya baru hilang setelah satu bulan berselang usai tragedi Kanjuruhan.

"Selama satu bulan itu, saya rutin kontrol ke rumah sakit sebanyak enam kali, dan selalu dibekali obat. Alhamdulillah, biayanya semua gratis," ujarnya.


Saat tragedi Kanjuruhan, Aan ikut menonton tim kebanggaannya, Arema FC, bersama Aremania lain di stadion.

"Saat itu saya berada di tribune 11 bersama teman saya," terangnya.

 

mKOMPAS.COM/Imron Hakiki m

Pingsan di saat asap gas air mata menyelimuti tribune

Namun, ia tidak bisa bercerita banyak tentang apa yang dialami sehingga mendapat luka lebam hingga patah tulang.

Sebab, saat asap gas air mata menyelimuti tribune, ia langsung pingsan di tengah kerumunan pendukung lain yang kebingungan mencari jalan keluar.

"Saya hanya ingat sebelum pingsan, mata saya perih. Saya tidak menyangka kalau itu akibat gas air mata. Justru saya kira asap yang menyelimuti itu adalah flare," ujarnya.

Aan menduga luka yang didapatnya karena terinjak-injak pendukung lain yang kebingungan mencari jalan keluar.

"Saya baru sadar ketika sudah berada di UGD Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan, sekitar pukul 03.00 dini hari, tanpa saya tahu siapa yang telah menolong saya," jelasnya.

Setelah sadar itu, ia lalu mengambil ponsel dan menghubungi keluarga di rumah.

Baca juga: Ketum PSSI Iwan Bule Bawa Setumpuk Dokumen ke Mapolda Jatim, Hadiri Pemeriksaan Kedua Kasus Tragedi Kanjuruhan

"Setelah menjalani pemeriksaan selama sehari, saya sudah diperbolehkan pulang, sambil rawat jalan. Akhirnya saya di rumah hanya dirawat keluarga, sambil beberapa hari sekali kontrol ke rumah sakit," pungkasnya.

Sementara itu, ibu Aan, Dewi Fitri mengatakan saat tragedi Kanjuruhan itu pecah pada sekitar pukul 23.00 WIB, pihaknya tidak tahu dan sudah tidur di rumah.

"Saya baru bangun sekitar pukul 01.00 WIB dini hari. Melihat anak saya belum pulang, dan melihat sosial media sudah banyak status tentang tragedi itu, saya langsung membangunkan suami saya dan keluarga sekitar," ungkapnya.

Dewi mengajak suami dan saudaranya mencari keberadaan Aan. Pikiran dan hatinya pun sudah tidak menentu.

"Setiap rumah sakit di wilayah sini, termasuk RSUD Kanjuruhan sudah kami hampiri untuk mencari anak saya. Tapi tidak ketemu," jelasnya.

Aan baru ditemukan setelah menguhubungi keluarganya. Dewi pun mengaku tidak mengenali anaknya itu saat pertama kali ditemukan. Karena wajahnya lebam sekaligus membiru.

"Mungkin sebelumnya kami mencari-cari tidak ketemu itu, karena tidak mengenali Aan, dengan kondisi wajahnya itu," simpulnya.

Selama kurang lebih satu pekan pertama, Aan dirawat di rumah. Aan tidak bisa makan dan lidahnya pun mati rasa.

Baca juga: Sebulan Tragedi Kanjuruhan Berlalu, Ingatan Cahayu Masih Belum Pulih, Sering Ingat Sahabat yang Meninggal

"Selama seminggu itu anak saya hanya makan lontong, dengan garam yang sangat banyak. Karena menurutnya ia sama sekali tidak merasakan makanan, kecuali dengan rasa asin yang berlebihan," ujarnya.

Dengan kondisi Aan yang semakin pulih, Dewi mengaku sangat bersyukur. Baginya, keselamatan anaknya dalam tragedi maut itu merupakan keberuntungan baginya.

"Beruntung anak saya masih selamat," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Surabaya
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau