MALANG, KOMPAS.com - Andrian Sutikno (66), bukan seorang dokter atau psikolog.
Tetapi nurani pria yang akrab disapa Mbah Tik itu tergugah untuk mendampingi keluarga korban tragedi Kanjuruhan di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Kota Malang, Jawa Timur.
Baca juga: 6 Tersangka Kerusuhan Kanjuruhan Ditahan di Rutan Polda Jatim
Sudah 25 hari sejak tragedi Kanjuruhan terjadi pada Sabtu (1/10/2022), Mbah Tik sapaan akrab Sutikno, berada di ruang tunggu RSSA. Dia bahkan menginap di tempat tersebut.
Tujuannya untuk menenangkan dan mendampingi keluarga para korban.
"Jadi saya enggak tega, yang perlu diperhatikan keluarga korban, perlu pendampingan. Harus ada yang menenangkan, setiap keluarga korban setelah dipanggil dokter selalu menangis. Intinya mereka bertanya besok anak saya hidup atau mati," katanya pada Kompas.com, Selasa (25/10/2022).
Baca juga: Sejumlah Aremania dan Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Diperiksa sebagai Saksi
Mbah Tik tinggal di Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar. Jarak rumah yang cukup jauh, tidak membuat niatnya membantu para keluarga korban terhenti.
Baginya, mereka sudah seperti keluarga sendiri. Mbah Tik juga memiliki kedekatan dengan Aremania.
Pria tersebut rutin menemui beberapa keluarga korban.
Ada yang kebingungan mengenai biaya hingga Mbah Tik ikut membantu.
"Ada keluarga korban yang bingung untuk biaya sehari-hari di sini, karena mereka itu kan mungkin ada yang kaget, sehingga ke sini enggak bawa persiapan yang cukup. Saya bantu komunikasikan dengan Aremania dan dibantu," katanya.
Baca juga: Sempat Cabut Kesediaan, Keluarga Korban Tragedi Kanjuruhan Kembali Ajukan Otopsi
Dia juga membantu keluarga korban jika mereka tidak mendengar panggilan dokter jaga ketika malam hari.
"Ketika mereka tertidur, kalau dari speaker ada pemberitahuan ke keluarga pasien, saya bangunkan kalau tidak dengar, saya kan sudah hafal keluarga ini yang mana pasiennya," katanya.
Mbah Tik menuturkan, di hari saat tragedi yang menewaskan 135 orang itu terjadi, dirinya berada luar stadion.
Dia membantu Aremania asal Blitar yang menonton pertandingan Arema FC VS Persebaya.
"Saya memang di luar untuk menyambut Aremania dari luar kota, untuk mendata, membagi konsumsi," katanya.
Baca juga: Temuan Komnas HAM: CCTV Area Parkir Stadion Kanjuruhan Rusak
Mbah Tik sigap membantu ketika para korban berjatuhan setelah kerusuhan pecah di dalam stadion.
"Terus saya lari ke tumpukan jenazah di pintu VIP, mengangkut jenazah dari dalam ke ambulans, dibawa ke RS Wava Husada. Ada korban dari warga saya sendiri, Blitar," katanya.
Detik demi detik kejadian memilukan itu membuat hati Mbah Tik tergerak. Dia tidak ingin tinggal diam.
Untuk biaya kehidupan sehari-hari selama menginap di RSSA, Mbah Tik awalnya menggunakan uang saku sendiri. Namun, Aremania juga membantunya.
"Saya dibantu sama teman-teman Aremania di sini, ada yang ngasih makan, rokok dan lainnya," katanya.
Baca juga: Babak Baru Tragedi Kanjuruhan: Komnas HAM Surati FIFA, Bakal Bawa ke Dewan HAM PBB
Keluarga Mbah Tik pun tak keberatan dan justru mendukung.
Selama 25 hari berada di Ruang Tunggu ICU RSSA, Mbah Tik melihat langsung air mata keluarga korban, terutama empat korban terakhir Tragedi Kanjuruhan yang meninggal.
Salah satunya, keluarga almarhum Reyvano Dwi Afriansyah.
"Saya mendampingi penuh keluarga dari Reyvano, itu sampai kedua orangtuanya enggak kuat (menerima kepergian anaknya)," katanya.
Mbah Tik selalu merasa, pengorbanan yang dilakukannya tidak pernah sebanding dengan jumlah nyawa mereka yang telah 'pergi'.
Kini, tersisa satu pasien korban tragedi Kanjuruhan di Ruang ICU RSSA.
Dia berharap, korban yang tersisa bisa selamat dan dapat kembali menjalani kehidupan normal.
"Pengorbanan mereka yang sampai meninggal yang menggugah saya. Sudah membeli tiket dan mereka meninggal," kata Mbah Tik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.