KOMPAS.com - Salah satu suporter Arema FC yang selamat menceritakan tragedi kericuhan yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022) malam.
Meski selamat, Riyan Dwi Cahyono (22) warga asal Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar ini mengalami patah tulang kanan.
Riyan harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kanjuruhan.
Dia mengaku saat itu ikut turun ke lapangan untuk protes karena pertandingan berakhir dengan kekalahan Arema FC dari Persebaya Surabaya 2-3.
Baca juga: Soal Tragedi Kanjuruhan, Kapolri Janji Usut Tuntas dan Cari Siapa yang Bertanggungjawab
Padahal, selama 23 tahun dalam sejarah tim kebanggaannya itu tidak pernah kalah melawan Persebaya di kandang Singo Edan.
Menurut dia, protes tersebut bertujuan agar Arema FC bisa lebih baik lagi ke depannya.
"Kami turun tujuannya memang untuk protes kepada pemain dan manajemen Arema FC, kenapa Arema FC bisa kalah? Padahal selama 23 tahun sejarahnya Arema FC tidak pernah kalah melawan Persebaya di kandang Singo Edan," ungkap dia saat ditemui, Minggu.
Kemudian, saat dirinya belum sampai melompati pagar, tembakan gas air mata datang ke arahnya di tribun sebelah timur.
Hal itu membuat dia jatuh dan terinjak supporter lain yang berebut turun dari tribun.
Bahkan, saat itu teman perempuan yang bersama dia tidak diketahui keberadaannya.
"Saat itu saya tidak berdaya. Bahkan, teman perempuan saya yang bareng bersama saya dari Blitar hilang dan belum tahu bagaimana kondisinya saat ini," jelas dia.
Akibat gas air mata, Riyan sempat sesak napas.
Beruntung nyawanya masih selamat setelah dievakuasi oleh supporter lain.
"Kami kecewa dengan perlakuan petugas keamanan. Kami juga dipukul, ditendang oleh petugas, hingga teman kami sampai kehilangan nyawa," kata dia.
Salah satu supporter Aremania lain yang selamat, Gafandra Zulkarnain (20), warga asal Kota Malang mengatakan saat ada tembakan gas air mata dia bersama teman perempuannya, Aldita Putri sempat jatuh di tribun selatan.