Percobaan kedua dilakukan kembali. Kali ini memanfaatkan lahan yang dimiliki di atas rumahnya sebagai tempat bertani.
Loteng seluas 40 meter persegi itu disulapnya menjadi lahan pertanian hidroponik.
Setidaknya ada 340 lubang yang dibuatnya dari pipa dengan aliran air. Berbagai macam sayuran mulai dari selada, sawi, hingga kangkung ditanamnya.
Hasilnya, ternyata cukup memuaskan. Sayuran itu tumbuh dengan lebat dan nampak segar.
Baca juga: Polisi Tetapkan Satu Tersangka Tawuran Laga Final Sepak Bola Porprov Jatim di Lumajang
Panen pertamanya pun tidak langsung dijual. Arif membagikannya kepada tetangga dan sanak saudaranya untuk mendapatkan penilaian dari hasil tanamnya itu.
Banyak yang merasa senang dan ketagihan usai mencicipi sayuran milik Arif. Rupanya, hal itu menjadi dorongan semangat untuk lebih giat lagi menanam. Arif juga mulai memasarkannya ke pengusaha catering, warung makan, maupun penjual kebab dan burger.
Satu kilogram sayuran hidroponik dibanderol dengan harga Rp 25.000 - Rp 30.000. Saat itu, dalam sekali panen yang membutuhkan waktu 40 - 45 hari, Arif bisa menghasilkan 60 kilogram sayuran hidroponik.
Meski belum bisa dikatakan sukses, banyaknya pesanan sayuran hidroponik membuat Arif memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan memilih fokus untuk bertani hidroponik.
"Karena pesanan tambah banyak, akhirnya saya putuskan berhenti dari pekerjaan sebelumnya dan fokus ke hidroponik," ucapnya.
Dengan modal yang dipinjamnya dari bank, ia membuka lahan baru seluas 220 meter persegi di area bekas sawah tebu. Di sana terdapat 4.200 lubang untuk menanam sayuran dan bisa menghasilkan lebih dari 300 kilogram sayuran setiap bulan.
"Ini modalnya saya dapat pinjam ke bank, Rp 65 juta, tapi ini bertahap, sudah sekitar 2,5 tahun dari awal merintis sampai sekarang," ceritanya.
Proses menanam dengan metode hidroponik ini relatif cukup mudah. Arif hanya perlu memastikan kadar airnya tetap sehat dengan rutin mengecek PH dan menambahkan nutrisi tanaman dengan takaran tertentu.
Untuk penyemaiannya, media rockwool dipilihnya karena mudah menyerap air. Setelah melewati masa penyemaian selama tujuh hari, sayuran pun dipindahkan ke pipa lain khusus usia remaja selama 20 hari. Setelah itu dipindahkan lagi ke pipa khusus usia sayuran dewasa.
Setelah 15 hari di pipa sayuran dewasa, sayur pun siap dipanen dan diantarkan ke para pelanggan.
"Ukuran airnya dari penyemaian hingga dewasa itu beda jadi kita pisah-pisah, selain itu supaya ini bisa panen setiap minggu, terus ini tanpa pupuk, jadi hanya air bercampur nutrisi abmix," jelasnya.
Kini, ia lebih fokus menanam sayuran jenis selada. Setiap minggu lebih dari 60 kilogram dipanennya. Omzetnya kini mencapai Rp 7 juta setiap bulan.
Pasarnya tidak hanya di Lumajang saja, namun juga Kabupaten tetangga seperti Jember dan Probolinggo.
"Alhamdulillah lumayan hasilnya, itu kadang masih kurang untuk memenuhi permintaan di Lumajang saja," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.