Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Arif, Tinggalkan Pekerjaan demi Jadi Petani Hidroponik, Raup Omzet Rp 7 Juta Per Bulan

Kompas.com, 7 Juli 2022, 06:22 WIB
Miftahul Huda,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

LUMAJANG, KOMPAS.com - Seorang pemuda asal Kecamatan Kedungjajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur bernama Arif Hermawan (25) rela meninggalkan pekerjaan sebagai pekerja marketing demi menjadi petani hidroponik.

Meski mengalami kegagalan dalam bertani, Arif tidak patah semangat. Hingga kini dirinya bisa meraup omzet Rp 7 juta per bulan.

Baca juga: Polisi Tetapkan Satu Tersangka Tawuran Laga Final Sepak Bola Porprov Jatim di Lumajang

Arif menjelaskan langkahnya keluar dari pekerjaan tersebut terbilang nekat. Apalagi, Arif saat itu harus menghidupi istri dan anak.

Berbekal ilmu dari YouTube, dia mulai merintis usahanya dengan menggunakan botol air mineral bekas. Sayangnya, percobaan pertama itu langsung gagal.

"Awal pakai botol air bekas dipotong itu 70 buah tapi gagal, dari sana terus belajar lagi sama istri," kata Arif di kebunnya, Rabu (6/7/2022).

Baca juga: Warganya Jalan Kaki ke Jakarta untuk Temui Presiden, Bupati Lumajang: Mau Ketemu Siapa Saja Silakan

Arif bukan seorang sarjana pertanian yang mengerti seluk-beluk bertani. Ia merupakan sarjana ekonomi syariah yang tidak memiliki pengetahuan sedikit pun tentang pertanian.

Namun, tekadnya kuat untuk menjadi petani sukses. Sehingga dia tidak patah semangat meski telah menuai kegagalan.

Bersama sang istri tercinta, Arif mulai lebih giat lagi mempelajari cara bertani hidroponik. Selain dari YouTube, ia juga mulai sering mengikuti seminar dan warkshop hingga ke luar kota.

"Saya kan bukan sarjana pertanian, jadi sama istri ini selain belajar dari YouTube juga ikut-ikut seminar dan workshop hidroponik sampai luar kota," tambahnya.

Baca juga: Lumajang Peringkat 8 di Porprov Jatim VII, Bupati: Ini Bukti Lumajang Wani Menang

Percobaan kedua dilakukan kembali. Kali ini memanfaatkan lahan yang dimiliki di atas rumahnya sebagai tempat bertani.

Loteng seluas 40 meter persegi itu disulapnya menjadi lahan pertanian hidroponik.

Setidaknya ada 340 lubang yang dibuatnya dari pipa dengan aliran air. Berbagai macam sayuran mulai dari selada, sawi, hingga kangkung ditanamnya.

Hasilnya, ternyata cukup memuaskan. Sayuran itu tumbuh dengan lebat dan nampak segar.

Baca juga: Polisi Tetapkan Satu Tersangka Tawuran Laga Final Sepak Bola Porprov Jatim di Lumajang

Panen pertamanya pun tidak langsung dijual. Arif membagikannya kepada tetangga dan sanak saudaranya untuk mendapatkan penilaian dari hasil tanamnya itu.

Banyak yang merasa senang dan ketagihan usai mencicipi sayuran milik Arif. Rupanya, hal itu menjadi dorongan semangat untuk lebih giat lagi menanam. Arif juga mulai memasarkannya ke pengusaha catering, warung makan, maupun penjual kebab dan burger.

Omzet Rp 7 juta

Satu kilogram sayuran hidroponik dibanderol dengan harga Rp 25.000 - Rp 30.000. Saat itu, dalam sekali panen yang membutuhkan waktu 40 - 45 hari, Arif bisa menghasilkan 60 kilogram sayuran hidroponik.

Meski belum bisa dikatakan sukses, banyaknya pesanan sayuran hidroponik membuat Arif memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya dan memilih fokus untuk bertani hidroponik.

"Karena pesanan tambah banyak, akhirnya saya putuskan berhenti dari pekerjaan sebelumnya dan fokus ke hidroponik," ucapnya.

Dengan modal yang dipinjamnya dari bank, ia membuka lahan baru seluas 220 meter persegi di area bekas sawah tebu. Di sana terdapat 4.200 lubang untuk menanam sayuran dan bisa menghasilkan lebih dari 300 kilogram sayuran setiap bulan.

"Ini modalnya saya dapat pinjam ke bank, Rp 65 juta, tapi ini bertahap, sudah sekitar 2,5 tahun dari awal merintis sampai sekarang," ceritanya.

Baca juga: Gerbang Stadion Semeru Lumajang Jebol, Laga Final Cabor Sepak bola Porprov Jatim VII Sempat Tertunda 40 Menit

Proses menanam dengan metode hidroponik ini relatif cukup mudah. Arif hanya perlu memastikan kadar airnya tetap sehat dengan rutin mengecek PH dan menambahkan nutrisi tanaman dengan takaran tertentu.

Untuk penyemaiannya, media rockwool dipilihnya karena mudah menyerap air. Setelah melewati masa penyemaian selama tujuh hari, sayuran pun dipindahkan ke pipa lain khusus usia remaja selama 20 hari. Setelah itu dipindahkan lagi ke pipa khusus usia sayuran dewasa.

Setelah 15 hari di pipa sayuran dewasa, sayur pun siap dipanen dan diantarkan ke para pelanggan.

"Ukuran airnya dari penyemaian hingga dewasa itu beda jadi kita pisah-pisah, selain itu supaya ini bisa panen setiap minggu, terus ini tanpa pupuk, jadi hanya air bercampur nutrisi abmix," jelasnya.

Kini, ia lebih fokus menanam sayuran jenis selada. Setiap minggu lebih dari 60 kilogram dipanennya. Omzetnya kini mencapai Rp 7 juta setiap bulan.

Pasarnya tidak hanya di Lumajang saja, namun juga Kabupaten tetangga seperti Jember dan Probolinggo.

"Alhamdulillah lumayan hasilnya, itu kadang masih kurang untuk memenuhi permintaan di Lumajang saja," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Wisatawan Lansia Dipungli 'Uang Pengawalan' Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Wisatawan Lansia Dipungli "Uang Pengawalan" Rp 150.000 di Bangsring Banyuwangi, Sempat Ketakutan
Surabaya
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
M Zaki Ubaidillah, Pemain Muda Asal Madura Raih Perak SEA Games, Sang Ayah Doakan Jadi Juara Dunia
Surabaya
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Kesaksian Tour Leader di Bangsring Banyuwangi: Pelaku Ancam, Jika Tak Bayar, Bus Tak Bisa ke Luar
Surabaya
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Sebagian Rombongan Wisata Korban Pemalakan di Bangsring Underwater Banyuwangi Ternyata Lansia
Surabaya
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Banjir Genangi Jalan Pantura Baluran Situbondo, Arus Lalu Lintas Melambat
Surabaya
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Rombongan Wisatawan Disandera dan Dipalak Rp 150.000, Pemkab Banyuwangi: Pelaku Bukan Pengelola Resmi
Surabaya
Pelaku Pungli 'Uang Pengawalan' Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Pelaku Pungli "Uang Pengawalan" Bus Wisata di Banyuwangi Dikenai Sanksi Wajib Lapor
Surabaya
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Ditangkap Polisi, 2 Pelaku Pungli Bus Pariwisata di Banyuwangi Minta Maaf
Surabaya
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Polisi Ciduk 2 Penyandera Bus Wisata di Banyuwangi, Pengakuan Pelaku: Beli Sembako untuk Warga
Surabaya
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar 'Uang Pengawalan', Penyandera Ditangkap
Bus Pariwisata di Banyuwangi Ditahan Preman karena Tak Bayar "Uang Pengawalan", Penyandera Ditangkap
Surabaya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau