Sikapnya terhadap tetangga pun tidak berubah. Ia dikenal sebagai sosok yang murah senyum dan berkepribadian baik kepada tetangga.
Tidak sedikit pemuda desa yang meniru jejak kesuksesannya dan menjadikannya contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Namun siapa sangka, Mbah Kerto yang kini serba kecukupan, dulu sempat terperosok ke dalam dunia gelap. Judi, maling, hingga jadi bandit pernah dilakoninya.
Pernah terlilit utang karena judi
Lahir di Desa Argosari, Kecamatan Senduro, dengan kondisi ekonomi yang mapan ditopang status sebagai anak tunggal menjadikan Kerto kecil memiliki semua fasilitas penunjang untuk menjadi saudagar kaya seperti ayahnya.
Sayangnya, Kerto malah jatuh dalam lingkaran gelap dunia perjudian. Hasil kerja kerasnya bertani dan berdagang pun habis untuk berjudi hingga dia terlilit hutang di mana-mana.
Baca juga: Zona Merah PMK, Pemkab Lumajang Terapkan Karantina Wilayah Hewan Ternak
"Hutang di mana-mana karena memang dulu suka judi, sekarang sudah tidak ada lagi kan, tapi kalau masih ada ya masih suka," kelakarnya.
Tahun 1976, ia memutuskan pindah ke Desa Ranupane. Di sini, ia mulai merintis usahanya lagi dengan cara yang sama, yakni bertani. Namun, situasinya sudah berubah. Kondisi ekonomi yang terbatas, membuatnya kembali jatuh dalam dunia hitam.
Saat itu, ia menempuh cara kriminal dengan mencuri dan membegal untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Bertahun-tahun hidup tidak tenang dan dalam bayang-bayang pembunuhan membuatnya memutuskan berhenti dari pekerjaan haram tersebut.
"Tahun 80-an dulu kan ada petrus itu, untungnya saya tidak sampai kena, sejak itu saya berhenti," sesalnya.
Mbah Kerto lalu mulai menekuni dunia pertanian dan perdagangan mengikuti jejak sang ayah. Selama tujuh tahun ia harus tirakat membangun usahanya dari nol.
Saat itu, Kerto bersumpah kepada dirinya sendiri akan tidur di luar rumah sampai dia bisa menyamai harta sang ayah dan saudara-saudaranya. Padahal, suhu di Ranupane sangat dingin. Kadang bisa sampai nol derajat.
"Dua tahun saya tidur di luar karena saya sudah sumpah kepada diri saya sendiri akan tidur di luar sampai diberikan kesuksesan," ceritanya.
Tahun 1983, kesuksesan demi kesuksesan mulai mendatanginya. Panen kentang pertamanya di Desa Ranupane dibagikan kepada warga berupa uang koin sebanyak 70 kilogram.