BLITAR, KOMPAS.com - Tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) melakukan observasi lapangan di lokasi terjadinya fenomena tanah bergerak di Desa Kebonsari, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Hasil dari kajian cepat PVMBG menyebutkan, fenomena tanah bergerak di desa yang terletak di wilayah pegunungan karst dan kapur di wilayah selatan Kabupaten Blitar itu terjadi karena sejumlah faktor.
Salah satunya tekanan dari kendaraan bermuatan berat yang melintas di desa tersebut.
Baca juga: Fenomena Tanah Bergerak di Blitar, Warga Robohkan 2 Rumah karena Berbahaya
Sekretaris Daerah Kabupaten Blitar Izul Marom membenarkan hal tersebut meskipun menekankan adanya sejumlah faktor lain.
"Iya. Hasil kaji cepat Tim PVMBG memang menyebutkan adanya beban kendaraan bermuatan berat sebagai salah satu pemicunya. Tapi ada faktor geologis dan kondisi cuaca ekstrem yang juga mengontribusi," kata Izul kepada Kompas.com, Senin (18/4/2022).
"Mungkin sebagai faktor pemicu lainnya, sebagaimana kajian PVMBG, adalah tingginya curah hujan dalam beberapa waktu terakhir," tambah Izul.
Baca juga: Kementerian PUPR Bantah Berikan Dana Hibah 14 Jalan di Blitar
Dihubungi terpisah, Kepala Desa Kebonsari Subakri mengatakan jalan yang melintas di area terjadinya tanah bergerak memang biasa dilewati truk bermuatan berat.
Truk-truk itu membawa hasil tambang yang antara lain digunakan sebagai bahan baku produk batu marmer.
Baca juga: Ketika Ganjar Pranowo Merasa Kagum dengan Masjid Ar Rahman Blitar...
Dengan muatan penuh, kata dia, satu truk membawa beban muatan lebih dari 10 ton yang berasal dari area tambang di Desa Pakisaji.
"Setiap hari ya sekitar 50 truk kalau pas sepi. Kalau sedang ramai yang lebih banyak lagi," ujarnya.
Dia menjelaskan, aktivitas penambangan itu sudah berlangsung cukup lama namun baru memicu terjadinya bencana tanah bergerak mulai pertengahan Maret lalu.
Baca juga: Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Kota Blitar Hari Ini, 18 April 2022
Merujuk pada hasil kajian PVMBG, Izul Marom mengatakan, area terjadinya tanah bergerak meliputi luas 8.000 meter persegi yang kurang lebih dihuni tujuh rumah warga.
Di area yang disebut zona mahkota tanah bergerak itu, lanjutnya, amblesan tanah berkisar antara kedalaman 30-60 cm.
"Tim juga mengingatkan bahwa zona tanah bergerak ini dapat meluas," kata dia.
Baca juga: Muncul Asap Putih dari Kawah Gunung Kelud, Ini Penjelasan BPBD Blitar
Menurut Izul, faktor geologis yang memengaruhi terjadinya fenomena tanah bergerak disebut karena kondisi batuan yang lapuk dan tidak stabil.
Ketidakstabilan batuan di zona tersebut, ujarnya, meningkat oleh infiltrasi air hujan dalam ukuran debit yang tinggi.
"Laporan Tim PVMBG juga menyebutkan kondisi morfologi berupa lereng perbukitan dengan kemiringan 28 derajat yang turut mengontribusi adanya tanah bergerak," ujarnya.
Baca juga: Mulai Besok, Penjualan Cokelat Kinder Joy di Blitar Dihentikan Sementara
Fenomena tanah bergerak terjadi Desa Kebonsari, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar yang ada di ketinggian antara 290 - 306 meter di atas permukaan laut.
Dampaknya mulai dilihat warga yang menempati 7 rumah mulai 10 Maret 2022 berupa bangunan rumah dan tanah pekarangan yang retak.
Dua dari tujuh rumah yang saling berdekatan itu kini sudah dirobohkan karena membahayakan penghuninya.
Patahan dan amblesan tanah juga terlihat di jalan raya yang merupakan jalan kabupaten yang yang melintas di dekat pemukiman tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.