Di Pamekasan, salah satu produsen jamu tradisional Madura adalah Hj Sumiati yang mulai membuat jamu sejak tahun 1977.
Ia belajar dari sang nenek Mbah Rantinah yang berasal dari Blitar. Kala itu Mbah Rantinah membuat jamu dari bahan yang ada di kebun sekitar rumahnya untuk dikonsumsi sendiri serta untuk anak cucunya.
Mbah Rantinah dikenal dengan dukun bayi. Jika ada tetangga yang melahirkan, Mbah Rantinah akan memijat bayi serta membuatkan jamu bersalin.
Pekerjaan itu ia lakoni sejak di Blitar hingga pindah ke Jember ikut sang suami. Setelah sang suami meninggal, tahun 1960 Mbah Rantinah ikut anaknya di Pamekasan.
Baca juga: Jamu Mbak Suni: UMKM yang Eksis di Tengah Gempuran Kafe Kekinian
Ia pun terus melakoni pekerjaannya sebagai dukun bayi dan membuat jamu untuk perempuan yang bersalin.
Mbah Rantinah kemudian mencoba menjual jamu di pasar yakni jamu cekok, temulawak, kunir dan berjualan bumbu gulai.
Saat berjualan, Mbah Rantinah kerap mengajak cucunya yang bernama Sumiati. Hingga akhirnya Sumiati mewarisi kemampuan neneknya meracik jamu.
Setelah Mbah Rantinah meninggal, anaknya yang tinggal di Pamekasan meneruskan meracik jamu, namun hal tersebut tak berlangsung lama. Sang anak memlilih berhenti meracik jamu.
Setelah dua tahun vakum, sang cucu, Sumiati mulai meneruskan jamu sang nenek. Ia pun mendirikan pabrik jamu tradisional Madura, Ny Sumiati.
Baca juga: Sentra Jamu Gendong di Sleman, dari Jualan Keliling Digendong Sampai Dapat Pesanan Hotel-hotel
Mudjiono menulis di masa lalu, gadis Madura sudah dikenalkan jamu sejak masih berusia 4 tahun. Mereka dikenalkan minuman beras kencur dan jhamo sennam.
Kebiasaan tersebut terus terbawa hingga dewasa. Kebiasaan ini terkadang menyebabkan ada orang Madura yang bersikap ekstrem atau fanatik sekali, sampai mengatakan lebih baik tidak makan daripada tidak minum jamu.
Hayati lahir dari keluarga pecinta jamu tradisional ramuan madura dan pewaris genersi ketiga dari usaha jamu yang dirintis keluarganya sejak 100 tahun yang lalu.
Ia mengaku prihatin karena jamu tradisional Madura tidak mengutamakan mutu tapi malah mengandung zat kimia dengan dosis tidak proporsional beredar di kalangan masyarakat
luas.
Ia pun Hayati berupaya memperkenalkan kembali bagaimana meracik jamu tradisional yang berkualitas, tanpa mengandung zat kimia.
Baca juga: 10 Jamu Khas Indonesia: Sejarah, Bahan, Khasiat, dan Cara Pembuatan
Dari enam jamu warisan orangtua, ia mengembangkannya menjadi 30 jenis jamu dengan kemasan lebih modern. Salah satunya denngan mengemas dalam bentul pil agar mudah diminum.
Produk jamu Madura Sari yang dihasilkan adalah tongkat madura, empot-empot, galian rapet wangi, galian singset, jamu kecantikan, jamu penyubur, godogan rapet wangi, cebokan, galian montok, serbuk wasiat untuk wanita, jamu melancarkan asi, bedak dingin, bedak segar.
Berbagai produk ramuan jamu yang telah dihasilkan tersebut, paling banyak diminati
oleh konsumen adalah jenis jamu yang berkaitan dengan kesehatan perempuan atau berbagai ramuan jamu untuk mengobati masalah organ intim kewanitaan.
Baca juga: Sentra Jamu Gendong di Sleman, dari Jualan Keliling Digendong Sampai Dapat Pesanan Hotel-hotel
Hasil pengembangan terbaru yang telah dilakukan Hayati masih berkaitan dengan kesehatan perempauan adalah aroma therapy yang berasal dari dupa ratus yang dicampuran dengan rempahrempah khusus, dan jamu tongkat ajimat Madura.
Agar produk jamunya tidak mudah ditiru pihak yang tidak bertanggung jawab, Hayati
telah memiliki ijin No.09-3527210, telah mematenkan trade mark Menteri Kesehatan RI dengan No. 068/IKOT/JATIM/97, dan telah memiliki ijin sertifikat halal No. 07130012331211.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.