Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Jamu Ramuan Madura

Kompas.com - 13/04/2022, 06:06 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Jamu diajukan sebagai Budaya Tak Benda (WBTB) milik Indonesia ke Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) pada Minggu (13/3/2022).

Dokumen jamu telah disusun oleh Tim Kerja Nominasi Budaya Sehat Jamu bersama Gabungan Pengusaha (GP) untuk melengkapai syarat yang telah ditetapkan oleh UNESCO.

Jamu menjadi salah satu dari 6 WBTB milik Indonesia yang akan diajukan ke UNESCO pada tahun 2022.

Baca juga: Reog Kalah dari Jamu dalam Usulan ke UNESCO, Bupati Ponorogo Ajukan Nota Protes ke Nadiem

Sejarah jamu di Madura

Jamu juga menjadi bagian hidup dari masyarakat Jawa Timur khususnya di Pulau Madura.

Jamu berasal dari bahasa Jawa Kuno "jampi" dan "usodo" yang berarti penyembuhan menggunakan ramuan obat-obatan atau doa dan aji-aji.

Pada abad pertengahan sekitar abad ke-15, istilah usodo jarang digunakan, namun istilah jampi semakin populer di kalangan keraton. Istilah jamu pun mulai diperkenalkan oleh tabib pengobatan tradisional.

Dengan berjalannya wakktu, jamu yang awalnya dikenal di lingkungan keraton akhirnya keluar dari lingkungan istana, meski masih digunakan lingkungan terbatas.

Baca juga: Diajukan Warisan Budaya Tak Benda, Ini Sejarah Jamu di Indonesia

Dikutip dari buku yang berjudul Kearifan Lokasl Orang Madura, Jamu untuk Menjaga Kesehatan Ibu dan Anak yang ditulis oleh Mudjiono dkk dijelaskan jamu juga berkembang pesat di Pulau Madura.

Pada tahun 2013, ada perusahaan jamu asli Keraton Bangkalan yang bernama Payung Emas Siti Fatma.

Ramuan tersebut ada sejak 1908 dan diwariskan secara turun temurun yang diracik menggunakan bahan ramuan alami dari Pulau Madura.

Titik Suparti (51) adalah generasi kelima yang mewarisi ramuan madura. Ada juga Siti Maryam (60), generasi ketiga yang membuat jamu Asli Madura Ribkah Maryam Jokotole.

Baca juga: Kesenian Adiluhung Reog Ponorogo Dikalahkan oleh Jamu

Jamu dibuat dari bahan alami seperti rimpang (akar-akaran), daun-daunan, kulit batang dan buah. Namun ada juga yang menggunakan bahan dari tubuh hewan seperti empedu kambing atau tangkur buaya.

Ada juga yang meggunakan sumber daya biotik seperti jesad renik, flora dan fauna serta biota laut.

Jamu di pasar di wilayah Maudara dapat diklasifikasikan menjadi enam kelompok besar yakni:

  1. Jamu kuat dan sehat lelaki
  2. Jamu untuk kewanitaan dan jamu habis bersalin
  3. Jamu perawatan tubuh dan kecantikan
  4. Jamu tokam angin
  5. Jamu pegal lnu
  6. Jamu lainnya (pengobatan dan non pengobatan seperti mempelancar asi.

Sementara di Kabupaten Pamekasan, perusahaan jamu berkembang di Kampung Arab, Begandan, Kauman dan Pandemawu.

Resep yang digunakan pun turun temurun dan diproduksi secara rumah tangga dengan bahan alami yang diproses secara higienis.

Baca juga: Diajukan Jadi Warisan Budaya Tak Benda UNESCO, Bagaimana Sejarah Jamu?

 

Jamu Mbah Rantinah

ilustrasi jamu tradisional. SHUTTERSTOCK/setyo adhi pamungkas ilustrasi jamu tradisional.
Di Pamekasan, salah satu produsen jamu tradisional Madura adalah Hj Sumiati yang mulai membuat jamu sejak tahun 1977.

Ia belajar dari sang nenek Mbah Rantinah yang berasal dari Blitar. Kala itu Mbah Rantinah membuat jamu dari bahan yang ada di kebun sekitar rumahnya untuk dikonsumsi sendiri serta untuk anak cucunya.

Mbah Rantinah dikenal dengan dukun bayi. Jika ada tetangga yang melahirkan, Mbah Rantinah akan memijat bayi serta membuatkan jamu bersalin.

Pekerjaan itu ia lakoni sejak di Blitar hingga pindah ke Jember ikut sang suami. Setelah sang suami meninggal, tahun 1960 Mbah Rantinah ikut anaknya di Pamekasan.

Baca juga: Jamu Mbak Suni: UMKM yang Eksis di Tengah Gempuran Kafe Kekinian

Ia pun terus melakoni pekerjaannya sebagai dukun bayi dan membuat jamu untuk perempuan yang bersalin.

Mbah Rantinah kemudian mencoba menjual jamu di pasar yakni jamu cekok, temulawak, kunir dan berjualan bumbu gulai.

Saat berjualan, Mbah Rantinah kerap mengajak cucunya yang bernama Sumiati. Hingga akhirnya Sumiati mewarisi kemampuan neneknya meracik jamu.

Setelah Mbah Rantinah meninggal, anaknya yang tinggal di Pamekasan meneruskan meracik jamu, namun hal tersebut tak berlangsung lama. Sang anak memlilih berhenti meracik jamu.

Setelah dua tahun vakum, sang cucu, Sumiati mulai meneruskan jamu sang nenek. Ia pun mendirikan pabrik jamu tradisional Madura, Ny Sumiati.

Baca juga: Sentra Jamu Gendong di Sleman, dari Jualan Keliling Digendong Sampai Dapat Pesanan Hotel-hotel

Mudjiono menulis di masa lalu, gadis Madura sudah dikenalkan jamu sejak masih berusia 4 tahun. Mereka dikenalkan minuman beras kencur dan jhamo sennam.

Kebiasaan tersebut terus terbawa hingga dewasa. Kebiasaan ini terkadang menyebabkan ada orang Madura yang bersikap ekstrem atau fanatik sekali, sampai mengatakan lebih baik tidak makan daripada tidak minum jamu.

Dupa ratus hingga jamu tongkat ajimat madura

Ilustrasi jamu Ilustrasi jamu
Jamu ramuan madura juga tidak bisa dilepaskan dari sosok Hj Hayati penjual jamu Madura Sari di Kelurahan Rongtengah, Kecamatan Sampang.

Hayati lahir dari keluarga pecinta jamu tradisional ramuan madura dan pewaris genersi ketiga dari usaha jamu yang dirintis keluarganya sejak 100 tahun yang lalu.

Ia mengaku prihatin karena jamu tradisional Madura tidak mengutamakan mutu tapi malah mengandung zat kimia dengan dosis tidak proporsional beredar di kalangan masyarakat
luas.

Ia pun Hayati berupaya memperkenalkan kembali bagaimana meracik jamu tradisional yang berkualitas, tanpa mengandung zat kimia.

Baca juga: 10 Jamu Khas Indonesia: Sejarah, Bahan, Khasiat, dan Cara Pembuatan

Dari enam jamu warisan orangtua, ia mengembangkannya menjadi 30 jenis jamu dengan kemasan lebih modern. Salah satunya denngan mengemas dalam bentul pil agar mudah diminum.

Produk jamu Madura Sari yang dihasilkan adalah tongkat madura, empot-empot, galian rapet wangi, galian singset, jamu kecantikan, jamu penyubur, godogan rapet wangi, cebokan, galian montok, serbuk wasiat untuk wanita, jamu melancarkan asi, bedak dingin, bedak segar.

Berbagai produk ramuan jamu yang telah dihasilkan tersebut, paling banyak diminati
oleh konsumen adalah jenis jamu yang berkaitan dengan kesehatan perempuan atau berbagai ramuan jamu untuk mengobati masalah organ intim kewanitaan.

Baca juga: Sentra Jamu Gendong di Sleman, dari Jualan Keliling Digendong Sampai Dapat Pesanan Hotel-hotel

Hasil pengembangan terbaru yang telah dilakukan Hayati masih berkaitan dengan kesehatan perempauan adalah aroma therapy yang berasal dari dupa ratus yang dicampuran dengan rempahrempah khusus, dan jamu tongkat ajimat Madura.

Agar produk jamunya tidak mudah ditiru pihak yang tidak bertanggung jawab,  Hayati
telah memiliki ijin No.09-3527210, telah mematenkan trade mark Menteri Kesehatan RI dengan No. 068/IKOT/JATIM/97, dan telah memiliki ijin sertifikat halal No. 07130012331211.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com