Sri Suwarni berutang sekitar bulan Juni 2021. Dia menggunakan uang tersebut untuk memperbaiki atap yang hampir ambrol dan sebagian fondasi yang roboh di bagian belakang rumahnya.
"Untuk menyicil utang pegadaian BPKB sepeda motor ini kami dapatkan dari hasil kerja suami sehari-sehari sebagai buruh tani," jelas perempuan berusia 46 tahun itu.
"Tapi selain utang dari pegadaian BPKB ini, saat itu kami juga dibantu dana oleh lembaga bantuan sosial. Jadi ya lumayan buat tambahan perbaikan. Kalau dari pemerintah belum pernah ada," imbuhnya.
Baca juga: Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Kota Malang Hari Ini, 12 April 2022
Sementara warga lain, Mujiati lebih parah lagi. Ia mengaku mempunyai tanggungan utang mencapai Rp 150 juta untuk perbaikan rumahnya yang mengalami kerusakan berat.
"Iya, total saya punya utang segitu, Rp 150 juta untuk membangun rumah kami kembali. Utang ke sanak saudara," jelasnya.
Ia menceritakan akibat peristiwa gempa bumi itu, rumahnya ambruk total. Setelah itu, dia sempat tinggal di hunian sementara (huntara) yang terbuat dari terpal bertiang bambu.
"Beberapa waktu kemudian saya berinisiatif untuk membuat hunian sementara yang lebih layak, terbuat dari asbes," ujarnya.
Baca juga: Catat, Rincian Tarif Tol Solo-Malang Saat Mudik Lebaran 2022
Hunian sementara di bantaran sungai itu seluas 3x5 meter, berdiri di atas tanah pinjaman dari dari tetangganya.
"Untuk membangun ini kami juga biaya sendiri, dan beberapa dibantu oleh lembaga bantuan sosial," jelasnya.
Selama ini, ibu dari satu anak itu memang mendapat Dana Tunggu Hunian (DTH) senilai Rp 500.000 per bulan dan berjalan selama 6 bulan.
Dana itu juga bersumber dari BNPB dan didistribusikan oleh BPBD (Badang Penanggulagan Bencana Daerah) Kabupaten Malang.
"Bantuan ini sudah berjalan dua tahap. Tahap ketiga belum cair," ujarnya.
Baca juga: Diduga Depresi, Pria Ini Serang Warga di Malang dengan Pisau, 3 Terluka