Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kelangkaan Minyak Goreng, Pengamat Sebut Penimbun Bisa Dijerat Hukum

Kompas.com, 20 Maret 2022, 21:01 WIB
Rachmawati

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah resmi mencabut harga eceran tertinggi (HET) menyusul kelangkaan minyak goreng di pasaran dalam beberapa bulan terakhir.

Setelah pencabutan HET oleh pemerintah, stok minyak goreng di pasaran pun langsung berlimpah.

Namun harga minyak goreng justru melonjak tinggi karena harganya diserahkan ke mekanisme pasar.

Baca juga: Minyak Goreng Curah Tak Diminati Warga: Dianggap Tak Higienis, Stok Juga Langka

Walau demikian di beberapa wilayah minyak goreng masih langka. Salah satunya di Jawa Barat.

Bahkan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku prihatin terkait langkanya suplai minyak goreng. Ia menyebut fenomena memprihatinkan seiring tingginya kebutuhan masyarakat menyambut Ramdhan.

"Ini sungguh menjadi sebuah fenomena yang membuat prihatin," mata Emil dalam keterangan resminya, Jumat (18/3/2022).

Penimbun bisa dijerat hukum

Terkait isu penimbunan minyak goreng, ahli hukum pidana, Aditya Wiguna Sanjaya mengatakan para penimbun minyak goreng bisa dijerat hukum dengan Undang-undang Perdagangan.

"Di Pasal 29 dijelaskan pelaku usaha dilarang menyimpan batang kebutuhan pokok dan/atau barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat kelangkaan barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas perdagangan barang," kata pria yang menyelesaikan gelar doktor di bidang ilmu pidana di Universitas Brawijaya.

Baca juga: Minyak Goreng Masih Langka, Begini Respons Gubernur Sumsel

Sementara itu di Pasal 107 dijelaskan jika ada pelaku usaha yang menyimpan barang kebutuhan pokok dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat kelangkaan barang maka bisa dipidana paling lama lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp 50 miliar.

"Pasal tersebut harus diterapkan untuk menghindari adanya penimbunan barang yang akan menyulitkan konsumen untuk memperoleh barang kebutuhan pokok salah satunya adalah minyak goreng," kata Aditya.

Ia juga mengingatkan jika sanksi yang dikenakan bukan hanya pidana penjara, namun bisa juga pidana denda.

Baca juga: Curhat Warga dan Pedagang Saat Minyak Goreng Mahal dan Langka: Terasa Sekali, Diturunkanlah Harganya

Aditya pun menjelaskan alasan kasus penimbunan minyak goreng tidak dijerat dengan KUHP.

Menurutnya pada prinsipnya di dalam KUHP terkandung asas legalitas yang tercermin dalam Pasal 1 Ayat 1 KUHP yang dalam bahasa latin berbunyi nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali.

"Yang artinya adalah tiada suatu perbuatan dapat dipidana melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang yang ada sebelum perbuatan itu dilakukan," kata Aditya.

"Maksud dari pasal 1 itu adalah perbuatan itu hanya bisa dipidana ketika undang-undang secara jelas melarang sebelum perbuatan itu dilakukan," tambah dia.

Baca juga: Minyak Goreng Kemasan Langka di Pasaran, Pedagang Kewalahan Penuhi Permintaan Pelanggan

Menurutnya di dalam KUHP tidak ada yang mengatur larangan tersebut dan aturan yang mengatur larangan itu ada di UU Perdagangan.

"Berdasarkan asas legalitas, larangan ini ada di UU Perdagangan. Nah secara otomatis, atas dasar asas legalitas tersebut maka yang diterapkan kepada para penimbun minyak adalah UU Perdagangan," pungkas dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau