Kemudian, ibunya yang bernama Mak Midhah pun bernazar jika Semi sembuh akan dijadikan Seblang atau penari.
Rupanya, beberapa saat kemudian Semi sembuh dari sakitnya. Mak Midhah lantas memenuhi nazarnya itu dan menjadikan Semi sebagai penari.
Semi ini kemudian menjadi pelopor penari Gandrung wanita. Jejaknya diikuti oleh adik-adiknya yang menggunakan nama Gandrug sebagai nama panggung.
Pada mulanya, Gandrung hanya boleh ditarikan oleh keturunan penari gandrung sebelumnya.
Namun sejak 1970-an, Tari Gandrung semakin diminati sehingga banyak gadis yang menarikannya.
Hingga saat ini, tarian tradisional ini semakin populer sehingga Banyuwangi turut dijuluki sebagai Bumi Gandrung.
Ciri khas Tari Gandrung dapat dilihat dari tata busana penari dan musik yang mengiringinya.
Busana penari Gandrung berbeda dengan busana tarian tradisional lain dari Jawa, namun memiliki sedikit kesamaan dengan Bali.
Busana tubuhnya berupa baju beludru berwarna hitam yang dihiasi dengan ornamen berwarna emas dan manik-manik.
Pada bagian leger ada ilat-ilatan yang menutup dada, lengan dihias dengan satu buah kelat bahu, dan pinggang menggunakan ikat.
Bagian kepala penari dihiasi dengan mahkota yang disebut omprok, dan terbuat dari kulit kerbau.
Sedangkan alat musik pengiting Tari Gandrung antara lain gong, kluncing, biola, kendhang dan kethuk.
Jejer merupakan tahapan awal pembuka tarian. Para penari biasa menyanyikan beberapa lagu dan menari secara solo.
Setelah itu akan masuk dalam tahap maju, yaitu penari mulai memberikan selendang kepada para tamu.