BANYUWANGI, KOMPAS.com - Sound horeg populer dinikmati beberapa kalangan. Karena kegemarannya itu, penikmatnya pun rela merogoh kocek dalam untuk mewujudkan acara yang ingin mereka gelar.
Salah satunya perkumpulan pemuda asal Desa Sidorejo, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi, Jawa Timur, yang mengungkap rincian iuran mencapai Rp 38 juta dan diunggah lewat akun TikTok mereka, Mbogeg Gank.
"Yang iuran 15 orang, sewa soundnya dari Jember sekitar Rp 30 juta," ungkap perwakilan pemuda, Sony, Senin (25/8/2025).
Baca juga: Eko Patrio Bantah Tak Peka dengan Kondisi Rakyat Saat Buat Parodi Sound Horeg
Nantinya, sisa iuran sebesar Rp 8 juta akan digunakan untuk dekorasi penjor hingga kebutuhan operasional selama karnaval sound berlangsung, termasuk pembuatan kaus dan logistik.
Jika masih tersisa, maka uang akan disimpan untuk kegiatan-kegiatan pemuda desa di kemudian hari.
Baca juga: Mischa, TikToker Rusia yang Terpesona dengan Sound Horeg: Momen Terbaik dalam Hidup Saya
Para pemuda yang terlibat dalam iuran itu memiliki latar belakang pekerjaan bervariasi, mulai dari bertani, berdagang, pekerja ekspedisi, hingga pelajar.
Mereka rela iuran hingga di atas Rp 1,5 juta per orang demi menghadirkan sound horeg.
"Karena semangat. Kita punya tekad keinginan. Kita punya satu tujuan yang sama untuk memeriahkan karnaval," ungkap Sony.
Sony mengatakan, sound yang telah disewa nantinya akan berpartisipasi dalam karnaval desa yang diikuti sekitar 14 kelompok pada bulan Oktober 2025 untuk menyambut Hari Sumpah Pemuda.
"Kalau kegiatan di bulan Agustus, traffic sudah tinggi, jadi kita cari selanya, dari musyawarah disepakati bulan Oktober," tambahnya.
Meski menggelontorkan dana yang tak sedikit, Sony mengaku perkumpulan pemuda yang diwakilinya ikhlas dengan iuran tersebut dan tak memikirkan timbal balik yang akan didapatkan.
Di sisi lain, berbicara tentang aturan, menurut Surat Edaran Gubernur Jawa Timur yang yang menetapkan batas kebisingan maksimal 120 desibel (dBA), Sony mengaku tak keberatan.
Sebagai masyarakat, pihaknya akan patuh terhadap apa yang menjadi peraturan yang ditetapkan pemerintah tingkat provinsi maupun tingkat daerah.
"Oke-oke saja. Di sana (acara) ada perizinan dari pihak kepolisian, ada juga panitia. Kalau ada salah satu kami melanggar aturan jangan langsung ditindak tegas tapi dijelaskan dan dibimbing. Namanya juga orang-orang kadang lupa," pintanya.
Sony tak menampik bahwa dari sisi penikmat, aturan tersebut kurang mengakomodasi keinginan, namun ia memilih untuk mentaati aturan sehingga acara bisa berjalan dengan lancar.