NGANJUK, KOMPAS.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Nganjuk mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk untuk segera membuat regulasi terkait fenomena sound horeg.
“Karena kalau (sound horeg) tidak diatur, nanti akan ada kegaduhan-kegaduhan di masyarakat,” ujar Ketua MUI Kabupaten Nganjuk, Ali Musthofa Said, kepada Kompas.com, Jumat (25/7/2025).
Baca juga: Dokter Spesialis THT dari UB Soal Sound Horeg: Waspada Ancaman Tuli Permanen
Terkait fenomena sound horeg, Ali menjelaskan bahwa tugas MUI Nganjuk adalah mengamankan dan mendukung fatwa yang telah dikeluarkan oleh MUI Jawa Timur.
“Rekomendasi MUI provinsi juga agar kepala-kepala daerah untuk memberikan aturan-aturan, yang sehingga tidak mengganggu lingkungan, kemudian tidak menimbulkan kegaduhan, kan begitu,” tuturnya.
Menurut Ali, di Kabupaten Nganjuk fenomena sound horeg masih terpusat di Kecamatan Prambon dan Ngronggot.
Ali juga meluruskan kesalahpahaman yang beredar di masyarakat terkait fatwa haram sound horeg.
Ia menekankan bahwa yang diharamkan bukanlah sound itu sendiri, melainkan acara sound disertai kegiatan yang dilarang agama.
“Ini yang haram bukan sound-nya, tapi yang diharamkan adalah acara sound yang di situ ada desibel yang melebihi batas, kemudian ada minuman keras, kemudian ada dancer yang buka-buka aurat. Kemudian suara yang mengganggu dan menyakiti orang lain,” ujar dia.
Baca juga: Emil Dardak: Pemprov Jatim Bentuk Tim Rumuskan Regulasi Sound Horeg
"Kalau itu (kegiatan yang dilarang agama) ditiadakan, maksudnya acara sound tapi desibelnya terbatas, kemudian dancer-nya ada kesopanan, tidak ada miras, maka menjadi boleh," lanjut Ali.
Ulama yang juga menjabat Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Nganjuk ini menambahkan, dalam agama mengganggu dan menyakiti orang lain hukumnya haram.
Selanjutnya, Ali juga menyoroti penampilan dancer yang acapkali buka aurat di hadapan umum.
Baca juga: Bupati Pasuruan Tetap Batasi Sound Horeg pada Karnaval
Padahal dalam kegiatan sound horeg itu juga dilihat anak-anak kecil, yang tidak sepantasnya melihat hal tersebut.
Berkaitan dengan kegiatan sound horeg, kata Ali, pihak MUI Nganjuk beberapa kali dimintai pendapat oleh aparat kepolisian.
“Saya katakan bahwa ya itu kan kreativitas, inovasi dari masyarakat. Asalkan ada batasan-batasan dari kepolisian, monggo (silakan),” tuturnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang