MADIUN, KOMPAS.com - Penemuan sarang ular kobra di beberapa rumah warga Kabupaten Madiun, Jawa Timur dalam dua bulan terakhir menggemparkan publik.
Betapa tidak, ular berbisa yang dapat mematikan manusia itu berkembang biak bebas di rumah warga.
Bahkan, koloni hewan yang dikenal nama latin Naja sputatrix ini hidup bertahun-tahun bersama pemilik rumahnya.
Terbongkarnya koloni puluhan ular kobra yang bersarang di rumah warga setelah tim relawan pecinta ular melakukan penyisiran atas dasar laporan masyarakat.
Kehadiran relawan pecinta ular memberikan banyak manfaat bagi warga sehingga selamat dari ancaman serangan ular berbisa.
Terlebih, para relawan tidak pernah meminta bayaran saat memberikan pertolongan mengevakuasi ular dari rumah warga.
Baca juga: Cerita Pemilik Rumah yang Jadi Sarang Kobra di Madiun, Ditemukan 25 Ular dan 105 Cangkang Telur
Salah satu komunitas pecinta ular yang kerap memberikan bantuan kepada warga untuk mengevakuasi hewan berbisa sejenis ular dan lainnya adalah Jaga Satwa Indonesia (JSI) yang berpusat di Kota Madiun, Jawa Timur yang dikoordinatori Yonny Purwandana (43)
Yonny yang ditemui beberapa waktu di basecamp JSI di Jalan Jonggrang, Kelurahan Patihan, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun nampak sibuk mengurus puluhan ular yang diselamatkan dari rumah warga.
Dalam satu kotak, terdapat beberapa ular piton yang sudah ditampung dari beberapa kali evakuasi. Tak hanya itu, nampak ular kobra disimpan di sebuah galon bekas air mineral.
Yonny bersama sejumlah pecinta hewan membentuk komunitas JSI sejak tahun 2023 bukan tanpa alasan.
Ia merasa prihatin dengan banyaknya satwa liar yang dibunuh karena minimnya pengetahuan warga terhadap habitat hewan.
Sebelum membentuk komunitas JSI, Yonny sudah bertahun-tahun aktif di komunitas Exotic Animal Lovers (Exalos) Indonesia.
“Motivasi kami menyelamatkan satwa karena kami miris saja. Jangan sampai karena kurang edukasi nanti ada beberapa satwa yang punah. Hal itu bisa terjadi karena perburuan, kurangnya pengetahuan dan pemahaman warga terhadap habitat satwa,” kata Yonny.
Baca juga: Rumahnya Jadi Sarang Kobra, Karti Bahkan Temukan Ular di Bawah Bantal
Yonny khawatir, 20 tahun atau 25 tahun lagi satwa yang ada saat ini hilang dan tinggal menyisakan cerita saja.
Untuk meminimalkan hilangnya satwa, warga perlu diberikan pengetahuan terkait habitat hewan tetap dapat hidup di alam bebas.
“Kalau tahu jangan asal membunuh, karena satwa itu walaupun berbisa dan berbahaya tidak mungkin diciptakan Tuhan tidak bermanfaat. Karena semua ada rangkaiannya. Contohnya ular itu predatornya pembasminya elang. Sementara saat ini banyak di media sosial seperti Facebook ditawarkan rica-rica biawak. Padahal biawak itu salah satu hewan yang mengendalikan populasi ular. Yang membasmi ular itu adalah biawak karena biawaklah yang sering memakan telur-telur ular. Biawak itu memiliki sensor keberadaan telur ular,” tutur Yonny.
Lantaran banyak diminati, lanjut Yonny, biawak kemudian diburu lalu dijual per kilogram Rp 20.000.
Banyaknya perburuan biawak menjadikan satwa pengendali berkembangnya ular berkurang.
Kondisi itu menjadikan ular tumbuh kembang bebas hingga akhirnya banyak ditemukan di permukiman warga.
Terlebih, saat musim penghujan merupakan masa berkembang biaknya ular. Dalam waktu satu setengah hingga dua bulan, seekor ular dapat menetaskan 40 ekor anakan ular.
Selanjutnya, dalam dua hingga tiga tahun, anakan ular itu tumbuh dewasa dan dapat bereproduksi lagi.