MALANG, KOMPAS.com - Perempuan paruh baya, Sunari, tersadar dari lamunannya saat seorang pria datang menghampirinya di pinggir Jalan Dr. Wahidin, Desa Gondanglegi Wetan, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (28/1/2025).
Perempuan asal Desa Banjarejo, Kecamatan Pagelaran itu duduk melamun di antara tumpukan ikatan rumput pakan ternak dagangannya. Sementara pria yang menghampirinya hendak membeli rumput pakan ternak yang dijual Sunari.
Sorot matanya tampak lelah, namun Sunari dengan sabar melayani pembelinya.
Baca juga: Sempat Beli Rokok, Pelaku Curanmor di Malang Gasak Motor Driver Ojol
Dengan usianya yang sudah mencapai 67 tahun, Sunari sudah tidak mampu mengangkat ikatan rumput itu. Pembelinya harus mengangkat sendiri ke atas motornya.
Tidak lama kemudian, Mariono (40) datang mengendarai sepeda motor dengan tiga ikat rumput padi diboncengannya. Mariono adalah anak sulung Sunari.
Keduanya sudah 6 tahun berdagang rumput pakan ternak, setelah Mariono keluar dari pekerjaannya sebagai karyawan koperasi pada tahun 2019.
"Saya memilih keluar dari koperasi karena saya tidak cocok dengan lingkungan kerjanya. Lingkungan kerja di koperasi tidak memberi kesempatan untuk orang jujur. Kami harus tidak jujur kepada semua orang agar bisa tetap eksis," ungkap Mariono saat ditemui.
Baca juga: Kisah Ana, Perempuan yang Membesarkan Dua Anak dari Jualan Minuman Keliling
Mariono lalu banting setir sebagai pedagang rumput bersama ibunya yang sebelumnya bekerja sebagai buruh tani.
Mariono berperan mencari rumput di ladang-ladang di area Kecamatan Gondanglegi, dan Sunari berperan menjaga dagangannya.
"Selain menjual rumput hasil merumput sendiri, kami juga menjual rumput hasil merumput orang lain. Kalau terjual, ibu saya mendapat persentase Rp 2.000 per ikat," bebernya.
Per ikat, rumput dibanderol dengan harga Rp 10.000 - Rp 20.000. Dalam sehari, ia bisa menjual 5 sampai 7 ikat.
"Penghasilannya ya untuk kehidupan sehari-hari keluarga kami dan biaya sekolah kedua anak kami," jelasnya.
Penghasilan itu, menurut Mariono, cukup untuk hidup sehari-hari, sekaligus untuk membiayai pendidikan kedua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), meski beberapa kebutuhan kurang tercukupi.
"Tapi ditopang hasil kerja istri saya sebagai buruh setrika," tuturnya.
Mariono bersyukur dengan penghasilannya sebagai pencari rumput. Meskipun, penghasilan itu hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari.
Mariono punya cita-cita untuk membiayai pendidikan kedua anaknya hingga ke tingkat perguruan tinggi.
"InsyaAllah, yang penting bekerja dengan baik dan jujur, saya yakin hasil kerja kami mampu untuk membiayai anak-anak kami," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang