BANYUWANGI, KOMPAS.com - Suasana tenang dan asri sangat terasa di Didu's Homestay yang berlokasi di Desa Rejosari, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Namun di balik tenangnya homestay yang berdiri sejak tahun 2015 itu, ada perjuangan berliku yang dilewati pemiliknya, Djoko Subagio dan istri, Maya Kusmayati, sebelum penginapan berkonsep rumah Osing, suku asli Banyuwangi tersebut berdiri.
Djoko mengaku, dengan berbekal pengalaman kerja di hotel dan kapal pesiar, dia memberanikan diri untuk mencoba hal baru dengan melamar kerja sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) ke Jepang.
“Saya mencoba apply ke Jepang tahun 2003 saat berusia 25 tahun,” kata Djoko mengawali kisahnya.
Baca juga: Kisah Sukses Melihat Peluang Usaha di Tengah Gaji Terbatas
Dengan kemampuan bahasa Jepang yang sangat minim bahkan nyaris tidak ada, dia bekerja di Prefektur Aichi, yang terletak di wilayah Chubu di bagian tengah Pulau Honshu.
“Saya bekerja kasar di pabrik part mobil. Pekerjaan yang sangat jauh berbeda dengan bidang saya sebelumnya yaitu hotel dan kuliner,” tutur dia.
Namun, hal tersebut tak menyurutkan niatnya, dia tetap pada pendiriannya untuk bekerja dengan baik. Nyatanya, usaha tak mengkhianati hasil.
Dengan keuletan serta kemampuan bahasa Inggris yang dia miliki, Djoko mendapatkan atensi positif dari petinggi perusahaan dan karirnya pun menanjak. Dia berhasil menjadi supervisor area kurun waktu tiga tahun.
“Kerja di Jepang sangat ketat dan etos kerja sangat tinggi. Tapi ketika pekerjaan kita bagus, kita juga sangat dihargai, saya bahkan dibelikan apartemen tinggal,” kata dia.
Kendati begitu, dia tak ingin terlelap di zona nyaman. Dengan beberapa pertimbangan termasuk keinginan untuk berdekatan dengan orangtua, Djoko memutuskan kembali ke Indonesia dengan modal yang sudah dikumpulkannya di Jepang.
“Kembali ke Indonesia, jauh berbeda lagi yang dilakukan. Saya pernah jual telur keliling hingga budidaya cacing tifus, semua saya lakukan,” ungkap Djoko.
Baca juga: Grand Max Pakai Gas Melon, Kisah Sukses Pedagang Elpiji di Pamekasan
Namun lambat laun, modal mulai menipis, dan jalan lain dia lakoni. Dia membantu kawan untuk mendirikan dua restoran di Pulau Dewata dan memimpin restoran tersebut.
Bisnis ini berjalan dengan baik, dan rumah makan itu bahkan memiliki banyak pelanggan tetap dari luar negeri.
Hingga suatu ketika seorang pengunjung tetapnya yang berasal dari Eropa Timur memuji restoran tersebut.
Pengunjung itu meyakini Djoko sudah berhasil dan sepatutnya bangga dengan pencapaian itu.
“Tetapi saya bilang bahwa itu bukan restoran saya, saya hanya menjalankan. Dia kaget dan bertanya lalu apa bisnis saya, saya juga kaget dan tidak bisa menjawab."
"Dari situ saya terpikir untuk menjalankan bisnis saya sendiri,” ujar Djoko.