Tekadnya kian bulat. Djoko kembali ke Banyuwangi dan membangun penginapan, dengan bekal obrolan dengan bule asal Eropa Timur itu.
Turis itu pula yang saat itu membantu Djoko dengan memberi masukan terkait pemasaran melalui aplikasi AirBnB.
Baca juga: Kisah Sukses Bertemu Jodoh di Aplikasi Kencan, Kini Menuju Pelaminan
Sempat disangka aneh oleh orang sekitar karena membangun penginapan di tengah tanah kebun yang gelap.
Dia pun perlu waktu sebulan untuk membangun kamar pertamanya dengan bantuan seorang kawan.
“Pada hari saat penginapan masuk ke AirBnB, saat itu selesai bersih-bersih, langsung dapat orderan pertama dari Jerman,” kata Djoko bersemangat.
Bukannya tenang menunggu tamu datang, Djoko justru kelimpungan menyiapkan fasilitas yang belum lengkap.
Meski saat itu sudah ada aliran listrik, namun belum ada kasur dan perangkat lainnya di dalam kamar itu.
“Kasur dan kipas angin saya satu-satunya yang di rumah, saya taruh di kamar penginapan. Saya sendiri tidur di karpet,” kenang dia sambil tertawa.
Berkat upaya yang dilakukan, tamu asal Jerman tersebut merasa nyaman. Terlebih, Djoko juga mengajak tamu untuk berkeliling dan mengenal desa sekitar penginapan.
“Tamu yang awalnya booking dua hari, berlanjut sampai lima hari. Dari situ pelan-pelan penginapan saya berkembang,” kata dia.
Baca juga: Kisah Eks Pekerja Migran Bambang Sutrisno, Terapkan Ilmu di Korea untuk Kelola Usaha
Berproses, kini ada sembilan kamar yang berdiri di penginapannya, dengan pasar wisatawan mayoritas berasal dari Eropa, mulai dari Belanda, Belgia, Perancis, dan Jerman.
Memulai bisnis dengan dukungan dan masukan sang istri, saat ini Didu's Homestay mampu memberdayakan belasan masyarakat sekitar, mulai dari pesanan makanan hingga cuci baju.
“Di penginapan ini tidak ada restoran. Menu saya ambil dari warga, nanti tamu pesan, saya pesan ke warga."
"Ojeknya juga ibu-ibu warga sekitar. Bagian informasi juga anak-anak muda baru lulus sekolah yang punya sedikit kemampuan bahasa Inggris,” urai Djoko.
Kini, Djoko mulai memanen jerih payahnya dan menikmati perjuangannya membangun bisnis tersebut tanpa lupa untuk terus berupaya berinovasi.
“Intinya hargai proses. Proses itu yang akan jadi cerita dan kita nikmati. Saya bisa bicara seperti ini karena saya sudah melaluinya,” sebut dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang