SURABAYA, KOMPAS.com - calon Gubernur Jawa Timur (Jatim) nomer urut 3, Tri Rismaharini berjanji akan menaikkan anggaran pendidikan hingga 35 persen. Janji ini menuai tanggapan berbagai pihak.
Anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur Suko Widodo meminta sebaiknya tidak memaksa menaikkan anggaran pendidikan sampai 35 persen. Pasalnya, dalam mengatur alokasi anggaran Pemprov Jatim harus menyesuaikan dengan kondisi keuangan daerah.
"Amanat UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, belanja untuk pendidikan minimal 20 persen dari total APBD. Sepertinya Jawa Timur selama ini ini selalu lebih dari 20 persen," katanya kepada wartawan, Senin (7/10/2024).
Baca juga: Risma Janji Naikkan Anggaran Pendidikan Jatim Jadi 35 Persen APBD
Dia mengusulkan lebih baik mendorong partisipasi masyarakat, sektor industri dan usaha untuk berperan aktif dalam pembangunan pendidikan Jatim.
"Itu sesuai UU Sisdiknas, dimana masyarakat dunia usaha dan industri ikut berperan dalam peningkatan kualitas pendidikan," ujarnya.
Menurutnya, partisipasi bisa dalam bentuk program magang, CSR untuk infrastruktur lembaga pendidikan, kerja sama pelaksanaan peningkatan SDM guru maupun siswa, atau dalam bentuk bantuan hibah.
"Ke depan kita akan menyongsong Indonesia Emas 2045. Upaya meningkatjan kualitas SDM jangan hanya mengandalkan pemerintah. Sektor swasta juga harus turut andil," terang Suko.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jatim Mohammad Yasin menjelaskan, dalam penyusunan APBD, ada acuan "mandatory spending". Dalam hal ini, semua proporsi anggaran diatur dalam undang-undang dalam bentuk belanja wajib.
Misalnya, belanja pendidikan minimal 20 persen, belanja pegawai maksimal 30 persen, belanja infrastruktur minimal 40 persen dan sebagainya.
Selain itu juga ada kewajiban belanja kesehatan. Meskipun tidak masuk mandatory spending, kesehatan harus dialokasikan minimal 10 persen karena merupakan pelayanan dasar.
“Dari hitung-hitungan ini saja maka porsinya sudah habis. Sementara belanja bidang sosial, pemerintahan, perekonomian, pertanian, kemiskinan, dan lain-lain juga perlu mendapatkan perhatian dan prioritas daerah,” urainya.
Belum lagi, kata dia, ada potensi penurunan pendapatan di tahun 2025 akibat berlakunya UU No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Ada potensi penurunan pendapatan daerah Provinsi Jatim sekitar Rp 4 Trilyun lebih. Sebab aturan ini mengatur adanya perubahan bagi hasil pajak kendaraan bermotor antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota," kata Yasin.
Meski begitu, Yasin menegaskan bahwa selama lima tahun terakhir belanja pendidikan di Jawa Timur porsinya paling besar di antara sektor lainnya. Alokasi belanja pendidikan di Jatim tidak pernah di bawah 20 persen.
Di Tahun 2019 - 2021 anggaran pendidikan Jawa Timur mencapai lebih dari 30 - 33 persen. Pasalnya, Dana Transfer Biaya Operasional Sekolah untuk SD dan SMP masih dialokasikan melalui APBD Provinsi.
Baca juga: Risma Sebut Banyak Warga yang Abai soal Kesehatan Mental