Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gembiranya Warga Surabaya, "Tembok Pengganggu" di Tambak Wedi Baru Roboh

Kompas.com, 15 September 2024, 12:00 WIB
Ghinan Salman,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Setelah enam tahun lamanya, tembok penghalang yang memisahkan badan jalan utama di Tambak Wedi Baru, Kenjeran, Surabaya, Jawa Timur, akhirnya dirobohkan Jumat (13/9/2024) kemarin.

Warga setempat yang telah lama menantikan momen ini menyambut gembira dibongkarnya "tembok pengganggu" yang menghubungkan Jalan Tambak Wedi Baru dan Jalan Dukuh Bulak Banteng.

Wahidah (38), seorang warga Bulak Banteng, mengungkapkan betapa sulitnya warga melintas karena kondisi semrawutnya jalan sebelum tembok tersebut dirobohkan.

"Sulit banget, sih. Kalau sore itu yang kasihan, orang pulang kerja, kan kasihan. Apalagi kalau sudah keburu banget, jadi seperti mau berantem gitu," kata Wahidah kepada Kompas.com, Sabtu (14/9/2024) kemarin.

Tembok pembatas yang dibangun sejak tahun 2018 itu, membuat akses jalan menyempit.

Lebar jalan yang semula enam meter menjadi dua meter saja, sehingga hanya bisa dilewati sepeda motor dan pejalan kaki, itu pun harus berdesak-desakan.

Baca juga: Setelah 6 Tahun, Pemkot Surabaya Bongkar Tembok di Jalan Tambak Wedi Baru

Sementara untuk pengendara mobil yang hendak menuju Jalan Tambak Wedi Barat dan Jalan Dukuh Bulak Banteng, selama ini harus memutar ke Jalan Kedinding Lor.

Hal ini menyebabkan warga harus memutar jauh, menambah waktu tempuh hingga 30 menit atau dengan jarak tempuh bisa sampai 30 kilometer.

"Ya, cukup jauh. Karena harus putar balik lewat jalan raya lagi, waktunya sekitar 30 menit ya kalau putar balik."

"Kira-kira sekitar 30 kilometer, karena muternya jauh, soalnya kan harus lewat jalan raya lagi. Itu juga kalau tidak macet. Kalau macet, bisa lebih lama lagi," ujar Wahidah.

Kondisi ini sangat menyulitkan, terutama bagi warga yang setempat yang bekerja di wilayah Surabaya bagian selatan, timur, dan barat.

Setiap sore, jalan yang sempit tersebut sering menjadi ajang pertengkaran antar pengendara yang berebut ingin lebih dulu.

"Di sini kan memang wilayah padat penduduk, banyak warga pendatang dan semua kerja di Surabaya. Kalau lewat di sini, jalan yang ditembok ini, cuma lima menit sudah bisa sampai," ujar dia.

Namun, kini setelah tembok dirobohkan, situasi berubah drastis. Pembongkaran tembok ini juga membawa dampak positif bagi semua wrga, para pedagang di pasar setempat, dan lain sebagainya.

"Pedagang di pasar juga senang, karena tembok sudah dirobohkan. Orang bisa lebih nyaman lah lewatnya," kata dia.

Tembok yang menutupi Jalan Tambak Wedi Baru, Kenjeran, menuju Jalan Dukuh Bulak Banteng, Surabaya, Jawa Timur, masih dalam proses pengaspalan, Sabtu (14/9/2024).KOMPAS.com/GHINAN SALMAN Tembok yang menutupi Jalan Tambak Wedi Baru, Kenjeran, menuju Jalan Dukuh Bulak Banteng, Surabaya, Jawa Timur, masih dalam proses pengaspalan, Sabtu (14/9/2024).

Dia mengaku kasihan jika ada warga sakit dan ingin berobat ke puskesmas. Mereka harus menempuh jarak yang labih jauh, karena jalan sempit dan hanya bisa dilalui sepeda motor.

Terlebih lagi, warga yang melintas di area itu banyak yang tidak mau mengalah.

"Kasihan juga kalau ada orang sakit, nggak bisa lewat sini, apalagi yang naik becak. Sulit bisa masuk karena sudah banyak kendaraan roda dua."

Saat ini, warga yang ingin berobat ke puskesmas bisa bernapas lega. Sebab, warga tak perlu bersusah payah lagi setelah tembok penghalang itu dibongkar dan jalannya diaspal."

"Kalau sekarang sih, alhamdulillah. Semuanya sekarang senang, tembok pembatas ini akhirnya dirobohkan," kata Wahidah.

Hariri (42), seorang warga Tambak Wedi Baru, Surabaya, juga mengungkapkan rasa lega dan kebahagiaannya.

Tembok yang selama ini menjadi sumber kemacetan dan gesekan antar pengendara, kini membuka akses yang lebih luas.

Para pengendara yang melintas kini juga bisa semakin efisien dengan waktu dan jarak tempuh yang semakin pendek.

"Saat masih ada tembok, banyak pengendara rebutan ingin segera lewat. Karena yang bisa lewat cuma sepeda motor saja."

"Kadang terjadi gesekan, sampai cekcok juga. Kalau sekarang dibuka kan jadi enak, lebih luas. Mobil pun bisa lewat," ujar Hariri.

Baca juga: Setelah 6 Tahun, Pemkot Surabaya Bongkar Tembok di Jalan Tambak Wedi Baru

Hariri juga membenarkan, perjalanan atau jarak tempuh dari Tambak Wedi Baru ke Bulak Banteng memakan waktu yang cukup lama.

"Kalau sepeda motor mungkin bisa 15 menit ya, cari jalan-jalan alternatif di gang. Tapi kalau mobil ya butuh waktu 30 menit."

"Putar balik jarak tempuhnya sekitar 30 kilo, dari sini ke Kedung Cowek, lewat jalan di bawah jembatan Suramadu, ke Kedinding Lor, ya benar, sekitar 30 kilometer. Jauh sekali lah," kata dia.

Namun, dengan dibongkarnya tembok tersebut, perjalanan kini menjadi jauh lebih singkat.

"Kalau dibongkar gini, sekarang jaraknya dari Tambak Wedi Baru ke Bulak Banteng, cukup lima menit saja," tambah Hariri.

Ia menjelaskan, masalah yang sering terjadi saat tembok pembatas masih berdiri, selalu terjadi pertikaian antarpengendara.

Kondisi penuh sesak ini terjadi terutama pada sore hari, ketika banyak orang pulang kerja.

"Kalau siang sih nggak ada masalah ya, meskipun ada temboknya. Tapi kalau sore hari, itu pasti menimbulkan masalah, orang pulang kerja kan."

"Jadi pasti macet, terjadi gesekan, cekcok, karena orang rebutan pengen segera keluar dari kemacetan itu," kata Hariri.

Halaman:


Terkini Lainnya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau