LUMAJANG, KOMPAS.com - Menjadi marbut adalah jalan hidup yang dipilih Abdul Aziz (63) dan Nafiah (60), pasangan suami istri asal Kelurahan Ditotrunan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Keduanya telah mengabdikan diri di Masjid Agung KH. Anas Mahfud Lumajang lebih dari 20 tahun.
"Duluan Bapak (Aziz) jadi marbut, mungkin selisih 4 tahun baru saya masuk juga," kata Nafiah di Masjid Agung KH. Anas Mahfud Lumajang, Senin (25/3/2024).
Baca juga: Melihat Meriahnya Festival Patrol di Lumajang
Setiap hari, Nafiah dan Aziz mempunyai tugas untuk membersihkan masjid agung. Mulai dari menyapu, mengepel, membersihkan kamar mandi, hingga merapikan tempat shalat jemaah.
Tugasnya dimulai setelah shalat subuh, kemudian menjelang shalat ashar. Khusus Ramadhan, jelang buka puasa ia juga berada di masjid untuk membantu membagikan takjil ke para jemaah.
Baca juga: Kisah Sudarman Jadi Tumpuan di Masjid Al-Falaah, Bukan Marbut Biasa...
Khusus Aziz, semenjak kepengurusan takmir baru, ia bertugas di bagian keamanan masjid.
Meski begitu, untuk hal-hal teknis seperti menghidupkan lampu dan menangani kerusakan yang terjadi secara mendadak, ia tetap membantu.
"Misal ada lampu mati pas ada pengajian kan enggak mungkin nunggu yang punya tugas, ya tetap saya yang betulin, kalau di struktur saya sekarang di bagian keamanan," terang Aziz.
Menjadi marbut memang tidak banyak menghasilkan pundi-pundi rupiah untuk dibawa pulang sebagai bekal hidup sehari-hari.
Setiap bulan, Nafiah mendapat gaji sebesar Rp 500.000. Uang itu kemudian diputar untuk menghidupkan dapur agar tetap mengebul.
"Kalau gaji saya 500 (ribu), Bapak enggak tahu, ya itu buat sehari-hari," tuturnya.
Meski pendapatan sebagai marbut tidak seberapa, Nafiah tetap menekuni menjaga masjid dengan ikhlas.