NGANJUK, KOMPAS.com – Seorang pria paruh baya tampak sibuk menyikat lumut yang menempel di batu nisan di kompleks pemakaman kuno Dusun Nanggungan, Desa Watudandang, Kecamatan Prambon, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Rabu (13/3/2024).
Pria itu ialah Sugeng (47), Juru Pelihara Situs Nduro. Sudah turun-temurun keluarga dari pria asli Watudandang ini diberikan tugas untuk merawat kompleks pemakaman kuno tersebut.
“Dulu yang merawat di sini (Situs Nduro) kakek saya, terus dilanjutkan bapak saya, sekarang saya,” kata Sugeng kepada Kompas.com, Rabu (13/3/2024).
Baca juga: Tradisi Masjid Jogokariyan Sediakan 3.500 Takjil Gratis dan Gelar Pasar Sore untuk Bantu Warga
Sugeng bercerita, dahulu kawasan Situs Nduro ditumbuhi semak belukar. Makam kuno tersebut lantas dibersihkan oleh kakeknya, Maidin.
“Memang dari dulu ya makam tua, tapi enggak terawat, masih semak belukar. Terus sama mbah dibersihkan,” kenang Sugeng.
Makam kuno yang dirawat oleh Maidin tersebut ternyata bukan sembarang pusara. Diduga kompleks pemakaman kuno itu merupakan tempat peristirahatan terakhir petinggi Kerajaan Majapahit yang telah memeluk Islam.
Hal itu dibuktikan dengan nisan di kompleks pemakaman kuno tersebut yang bercorak Troloyo. Makam Troloyo merupakan pemakaman Islam pada zaman Majapahit, kerajaan yang eksis pada abad 13 hingga 16 Masehi.
Baca juga: Menelusuri Jejak Sunan Bonang di Singkalanyar Nganjuk dan Awal Mula Tradisi Selamatan
Kini, pemakaman kuno di Watudandang ini berada di bawah naungan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jawa Timur yang dahulu Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur.
“Ini dikelola BPCB sejak tahun 1994, mulai dikasih pagar, ditata. Waktu itu bapak saya yang ditunjuk jadi juru pelihara,” ujar Sugeng.
Wakil Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Nganjuk, Shohibul Burhan, membenarkan bahwa Situs Nduro merupakan makam kuno Islam.
“Ya itu makam kuno Islam,” ucap Gus Burhan, sapaan karib Shohibul Burhan.
Gus Burhan menduga era kompleks pemakaman kuno ini berkisar antara masa akhir pemerintahan Majapahit hingga Kesunanan Giri atau Giri Kedaton.
Baca juga: Mandi Balimau Kasai di Sungai Kampar, Tradisi Bersihkan Diri Jelang Ramadhan
Adapun Gus Burhan menduga petinggi Kerajaan Majapahit yang dimakamkan di Situs Nduro ialah Patih Gajah Manduro.
“Dan tokoh ini (Patih Gajah Manduro) yang kemudian menurut data Giri itu dipercaya sebagai tokoh yang menabalkan atau yang mengumumkan penobatan Sunan Giri menjadi raja,” tutur pria yang memiliki nama pena Burhan Abdul Lathief itu.
Namun keterangan Gus Burhan berkenaan sosok Patih Gajah Manduro masih perlu penelitian lebih lanjut.