Salin Artikel

Mengunjungi Situs Nduro di Watudandang, Makam Kuno Bukti Syiar Islam di Nganjuk Era Majapahit

Pria itu ialah Sugeng (47), Juru Pelihara Situs Nduro. Sudah turun-temurun keluarga dari pria asli Watudandang ini diberikan tugas untuk merawat kompleks pemakaman kuno tersebut.

“Dulu yang merawat di sini (Situs Nduro) kakek saya, terus dilanjutkan bapak saya, sekarang saya,” kata Sugeng kepada Kompas.com, Rabu (13/3/2024).

Sugeng bercerita, dahulu kawasan Situs Nduro ditumbuhi semak belukar. Makam kuno tersebut lantas dibersihkan oleh kakeknya, Maidin.

“Memang dari dulu ya makam tua, tapi enggak terawat, masih semak belukar. Terus sama mbah dibersihkan,” kenang Sugeng.

Makam kuno yang dirawat oleh Maidin tersebut ternyata bukan sembarang pusara. Diduga kompleks pemakaman kuno itu merupakan tempat peristirahatan terakhir petinggi Kerajaan Majapahit yang telah memeluk Islam.

Hal itu dibuktikan dengan nisan di kompleks pemakaman kuno tersebut yang bercorak Troloyo. Makam Troloyo merupakan pemakaman Islam pada zaman Majapahit, kerajaan yang eksis pada abad 13 hingga 16 Masehi.

Kini, pemakaman kuno di Watudandang ini berada di bawah naungan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jawa Timur yang dahulu Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur.

“Ini dikelola BPCB sejak tahun 1994, mulai dikasih pagar, ditata. Waktu itu bapak saya yang ditunjuk jadi juru pelihara,” ujar Sugeng.

Wakil Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Nganjuk, Shohibul Burhan, membenarkan bahwa Situs Nduro merupakan makam kuno Islam.

“Ya itu makam kuno Islam,” ucap Gus Burhan, sapaan karib Shohibul Burhan.

Gus Burhan menduga era kompleks pemakaman kuno ini berkisar antara masa akhir pemerintahan Majapahit hingga Kesunanan Giri atau Giri Kedaton.

Adapun Gus Burhan menduga petinggi Kerajaan Majapahit yang dimakamkan di Situs Nduro ialah Patih Gajah Manduro.

“Dan tokoh ini (Patih Gajah Manduro) yang kemudian menurut data Giri itu dipercaya sebagai tokoh yang menabalkan atau yang mengumumkan penobatan Sunan Giri menjadi raja,” tutur pria yang memiliki nama pena Burhan Abdul Lathief itu.

Namun keterangan Gus Burhan berkenaan sosok Patih Gajah Manduro masih perlu penelitian lebih lanjut.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kepemudaan, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Nganjuk, Amin Fuadi menambahkan, di Situs Nduro sebenarnya tidak hanya terdapat makam kuno Islam, melainkan juga Objek yang Diduga Cagar Budaya (ODCB) lainnya.

“Selain era Majapahitan, di situ juga ada (ODCB) dari era yang lebih tua lagi. Di situ ada menhir-nya tertanam, hanya kelihatan atasnya saja,” ungkap Amin.

Sementara itu, Amin menduga puluhan nisan yang terdapat di Situs Nduro se-era dengan Makam Troloyo di Mojokerto.

“Kalau itu eranya era Troloyo,” sebutnya.

Hanya saja Amin tak berani menyimpulkan siapa saja tokoh yang dimakamkan di kompleks pemakaman kuno tersebut.

“Belum diketahui sosoknya siapa, yang pasti makam Islam, eranya era Majapahit. Itu dari sisi tipografinya nisan itu Majapahit,” pungkas Amin.

https://surabaya.kompas.com/read/2024/03/14/040000078/mengunjungi-situs-nduro-di-watudandang-makam-kuno-bukti-syiar-islam-di

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com