KOMPAS.com - Salah satu kuliner tradisional yang terkait erat dengan tradisi masyarakat Jawa adalah membuat dan menyajikan jenang sapar.
Di beberapa daerah, sajian jenang sapar juga dikenal sebagai bubur sapar atau tajin sapar.
Jenang sapar adalah makanan yang disajikan khusus untuk menyambut Bulan Sapar dalam kalender Jawa atau disebut Bulan Safar dalam kalender Hijriyah.
Baca juga: 17 Jenang Khas Solo dan Maknanya, Apa Makna Jenang Sumsum?
Dilansir dari laman surabaya.tribunnews.com, tradisi membuat jenang sapar sudah dilakukan masyarakat Jawa secara turun temurun.
Sajian jenang sapar mirip dengan bubur dengan rasa manis dan gurih, yang biasanya terdiri dari jenang grendul, jenang sumsum, dan jenang ketan hitam atau jenang mutiara.
Tradisi ini banyak ditemukan di Pulau Jawa dan Pulau Madura, yang menurut cerita-cerita lawas telah ada sejak sebelum masa kemerdekaan.
Baca juga: 7 Jenang di Yogyakarta, Ada yang Buka Sejak 1950-an
Dilansir dari laman jatim.nu.or.id, tradisi jenang sapar ini konon berasal dari strategi dakwah walisongo sebagai upaya pengenalan Islam melalui tradisi dan budaya yang berkembang saat itu.
Hal ini seperti dijelaskan Dermawan Setia Budi, Budayawan yang juga Ketua Pengurus Cabang (PC) Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Kabupaten Lumajang.
Baca juga: 5 Tempat Makan Jenang di Solo, Harga Mulai Rp 6.000
Budi menjelaskan bahwa terdapat filosofi yang berkembang di masyarakat mengenai jenang Sapar, seperti bentuk bulat-bulat yang terbuat dari tepung ketan itu mencerminkan sebuah cikal bakal manusia itu sendiri.
Menurutnya, hal ini bermakna bahwa manusia yang berasal dari hal yang sama meskipun keluar menjadi berbeda-beda akan menjadi manis jika bisa bersatu kembali.
Hal itu ditunjukkan oleh bentuk bulatan-bulatan beras ketan yang disiram jenang warna coklat tua yang lengket, sehingga memunculkan perpaduan yang menciptakan rasa khas.
Menurut Budi, kombinasi dari jenang sapar itu dapat memberikan sebuah kenikmatan yang tersendiri.
Ia mengungkap bahwa bisa dikatakan persatuan ini adalah sebuah rasa manis yang luar biasa, sehingga dalam kehidupan itu memiliki makna tersendiri, dan diharapkan nanti mampu tumbuh dengan semangat kebersamaan.
Sementara dilansir dari laman surabaya.tribunnews.com tradisi menyajikan jenang sapar dipercaya mengandung doa yatu agar terhindar dari bala bencana alam, diberikan kesehatan, dan keselamatan, serta agar mendapat rejeki yang melimpah.
Pembuatan jenang sapar dapat dimulai dengan membuat jenang sumsum, jenang mutiara, dan jenang grendul.