SURABAYA, KOMPAS.com - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan bahwa anggaran di tahun 2023 akan difokuskan pada pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta untuk mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di Kota Surabaya.
Karena itu, ia menegaskan jika Pemkot Surabaya berkomitmen membelanjakan triliunan APBD untuk produk lokal dan UMKM.
Berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) per 25 November 2022, belanja APBD Surabaya untuk UMKM mencapai Rp 1,2 Triliun, serta hingga akhir tahun 2022 mencapai Rp 2,2 Triliun.
Sementara belanja untuk PDN (Produk Dalam Negeri) tembus di angka Rp 1,7 Triliun, serta hingga akhir tahun 2022 menembus angka Rp 3,8 Triliun.
"Data tersebut menunjukkan, belanja APBD Kota Surabaya untuk sektor usaha mikro dan kecil (UMK), serta produk dalam negeri (PDN), tercatat sebagai yang tertinggi di antara semua kota di Indonesia. Pencapaian tersebut merupakan bukti bahwa Pemkot Surabaya terus berpihak kepada ekonomi rakyat," kata Eri Cahyadi di Surabaya, Selasa (2/5/2023).
Di tahun 2023, ia berkomitmen belanja produk lokal dan UMKM harus jauh lebih besar dari tahun sebelumnya, yakni di angka lebih dari Rp 3,8 triliun.
Sebetulnya, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) ini ada yang dikerjakan lewat e-katalog oleh masyarakat, tetapi bisa melalui lelang berdasarkan.
"Di situlah fokus kita, semakin banyak anggaran yang tercapai, tertuju, dan diterima masyarakat, maka secara otomatis bisa mengurangi kemiskinan dan pengangguran," ungkap dia.
Menurut Eri, Pemkot Surabaya telah melakukan pendataan pada kelompok usia produktif di lingkungan masyarakat.
Sebanyak 75.000 warga masuk dalam kategori keluarga miskin yang akan diberdayakan melalui program Padat Karya milik Pemkot Surabaya. Namun, 15.000 warga di antaranya menolak tawaran tersebut.
Masyarakat yang masuk dalam keluarga miskin akan diberikan pekerjaan yang disinergikan dengan program Padat Karya, karena hubungannya dengan penyerapan anggaran APBD Kota Surabaya.
"Tetapi sekitar 15.000 warga yang tidak mau dibantu akan kita lakukan pendekatan lagi. Kalau tidak mau ya sudah. Jika tidak mau, tidak kita berikan bantuan apapun, kecuali lansia, atau memiliki balita dan dia tidak bekerja, tetapi kalau usia produktif harus bekerja," kata Eri.
Lebih lanjut, warga yang menolak tawaran tersebut telah membuat surat pernyataan. Nantinya, Eri Cahyadi akan menyampaikan kepada Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Baca juga: ASN Pemkot Surabaya Diwacanakan Boleh Bekerja dari Mana Saja, Wali Kota Jelaskan Alasannya
Sebab, menurutnya, melalui program Padat Karya tersebut diharapkan warga Surabaya dapat hidup sejahtera.
"Kita berikan pekerjaan tetapi mereka tidak mau, berarti tidak mau mengubah hidupnya. Pendapatnya tidak jelas, kurang dari Rp 1 juta, setelah itu kita berikan pekerjaan agar pendapatannya di atas Rp 3 juta ya tidak mau," ujsr Eri.
"Sehingga tidak mungkin kita mengubah orang seperti ini, karena mereka tidak ingin bekerja, tetapi hanya ingin mendapatkan bantuan. Maka kita tidak bisa memberikan yang seperti itu," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.