BATU, KOMPAS.com - Sudah satu tahun lamanya, warga RT 02 RW 10 Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kota Batu, Jawa Timur, terdampak rawan longsor berharap kepastian pemberian fasilitas hunian tetap (huntap) dari Pemerintah Kota Batu.
Meski sudah diberi 15 unit hunian sementara (huntara), tetapi saat ini hanya menyisakan empat keluarga yang menempati.
Sedangkan warga lainnya memilih kembali ke rumahnya masing-masing meski kejadian longsor sewaktu-waktu dapat terjadi.
Termasuk membawa sapi peliharaan mereka yang sempat dititipkan beberapa bulan ke tempat tetangga.
Hal itu diungkapkan oleh salah satu warga yakni Jumiatun (39). Dia bersama suaminya yaitu Riyono (43) dan tiga anaknya masih memilih bertahan di huntara.
"Karena rumah saya itu dibandingkan yang lain paling sering kejadian longsor kecil, sampai pernah tanah itu ke rumah Pak Rohman sama ke Pak Misnan, jadi cari amannya tetap di huntara," ungkap Jumiatun pada Minggu (6/3/2022).
Baca juga: Jembatan Bambu di Kelurahan Sisir Kota Batu Rawan Ambrol, Ini Penjelasan Pemkot
Kemudian, kata dia, warga banyak yang memilih kembali ke rumahnya karena tidak ada kepastian pemberian huntap. Selain itu, warga khawatir tanahnya ditukar guling dengan lahan huntap.
"Karena tanah warga di sini itu kan berupa warisan dari orangtuanya, jadi kalau kehilangan merasa berat. Kalau hunian tetap itu kata dinas masih proses, nah sementara waktu warga diminta tinggal di huntara diperpanjang satu tahun lagi," katanya.
Meski begitu, pada akhir 2021 dan awal 2022, menurutnya bencana tanah longsor tidak terjadi saat musim hujan.
Namun, dia hanya berharap pemberian fasilitas hunian tetap itu benar-benar ada di kemudian hari.
"Berharapnya secepatnya dibangun, kemudian hunian tetap itu bisa layak minimal ada kamar mandi, kamar tidur, dapur seperti rumah biasa, tidak seperti huntara," ujarnya.
Jumiatun mengungkapkan sebagai warga terdampak rawan longsor tidak jarang harus menghadapi beban mental. Sebab, seringkali mendapatkan kecemburuan sosial dari omongan negatif warga lainnya.
"Ya ada saja yang iri, kok enak katanya dapat bantuan, diarani diingoni ambe pemerintah (disangka dipelihara sama pemerintah), sehingga kami ingin hunian tetap bisa jadi tapi tidak ditukargulingkan supaya bisa tetap menanam di sana," ungkapnya.