KOMPAS.com - Indonesia memiliki banyak sekali tradisi dan adat istiadat dalam kehidupan masyarakatnya yang beragam.
Setiap suku yang ada di Indonesia memiliki adat istiadat dan tradisi yang berbeda dengan suku atau daerah lain.
Salah satu adat dan tradisi itu ada pada pernikahan. Selain pernikahan adat, ada pula pernikahan atau kawin colong.
Tradisi kawin colong ini merupakan tradisi masyarakat Suku Osing yang merupakan suku asli Banyuwangi, Jawa Timur.
Secara bahasa, colong merupakan kata dalam bahasa Jawa yang artinya maling atau mencuri.
Meski demikian, dalam konteks kawin colong tidak ada maksud pencurian atau mencuri barang seperti yang dipahami manusia.
Sebaliknya, kawin colong merupakan perbuatan seorang laki-laki yang melarikan seorang perempuan untuk dinikahi.
Sehingga, dalam kawin colong ini seorang pria membawa lari perempuan untuk dijadikan istri tanpa sepengetahuan orang tua perempuan.
Bagi masyarakat Suku Osing, tradisi kawin colong ini sudah dilakukan secara turun temurun dan merupakan warisan leluruh.
Dengan demikian, meski praktiknya terkesan “mencuri”, namun tradisi ini bukan sesuatu yang negatif bagi masyarakat Osing.
Bahkan, masyarakat Osing menilai tradisi kawin colong ini perlu diapresiasi dan dilestarikan eksistensinya.
Namun hingga saat ini belum ada catatan pasti yang menjelaskan kapan kawin colong mulai dipraktikkan masyarakat Osing.
Satu hal yang dapat dipastikan adalah bahwa kawin colong ini terinspirasi dari perkawinan yang ada di Bali.
Selain itu, ada cerita rakyat di Osing yang berkembang terkait asal muasal tradisi kawin colong ini.
Disebutkan, ada seorang pria bernama Darmono, yang memiliki anak perempuan bernama Darwani.