SURABAYA, KOMPAS.com - Di Surabaya terdapat situs kuno peningggalan Kerajaan Majapahit yang ditemukan secara tidak sengaja.
Situs tersebut bernama Sumur Jobong yang terletak di Jalan Pandean, Peneleh, Kecamatan Gentang, Surabaya, Jawa Timur.
Sumur tersebut berupa jobong bertumpuk dua yang terbuat dari tanah liat.
Kedalaman sekitar 2 meter, lebar sumur 83 centimeter dan ketebalan bibir sumur 2,5 centimeter.
Berbeda dengan sumur pada umumnya, juru pelihara Sumur Jobong, Agus Santoso mengatakan bahwa Sumur Jobong memiliki misteri dan cerita sejarah tersendiri di baliknya.
Ada penemuan tulang belulang manusia yang tidak lengkap di sekitar posisi ditemukannya Sumur Jobong.
Baca juga: Sumur Jobong di Surabaya, Jejak Tertua Kerajaan Majapahit yang Tak Sengaja Ditemukan
“Selain tulang belulang, di kedalaman sekitar 1 meter itu ditemukan patahan bata, gerabah, dan pecahan guci,” jelas Agus saat ditemui Kompas.com, Minggu (7/12/2025).
Patahan batu-bata tersebut memiliki lebar 20 centimeter, tebal 8 centimeter, dan panjang yang bervariasi mulai dari 17, 20.hingga 35 centimeter.
“Awalnya sama tukang yang menggali itu mau dihancurkan, terus saya bilang ‘jangan pak, ini kayaknya pertanda sesuatu’. Akhirnya sumber air itu dilingkarin, nyambung, dan diketahui kalau itu ternyata sumur,” ujarnya.
Setelah itu, Agus melaporkan penemuan tersebut kepada lurah untuk ditelusuri lebih dalam oleh pemerintah kota bersama para ahli.
Sementara tulang belulang itu dilakukan pengujian oleh Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian Universitas Airlangga (Unair) bersama Laboratorium Radiokarbon Australia National University, Canberra, Australia.
Diketahui berdasarkan uji pertanggalan, yakni uji karbon untuk menentukan usia tulang dalam sumur jobong berkisar 1430 – 1608 M.
Patahan batu bata, gerabah, dan guci yang ditemukan di kedalaman 1 meter dari situs Sumur Jobong, Surabaya.
“Bahkan, kurator dari Unair itu menyimpulkan kalau tulang ini keberadaannya pada tahun 1430 M, berarti tahun sebelum itu sudah ada kehidupan dan peradaban di Kampung Pandean ini,” jelasnya.
Apalagi dalam sejarah Surabaya yang dialiri Sungai Kalimas, merupakan jalur penting dalam transportasi perdagangan era Kerajaan Majapahit.
Ini sangat memungkinkan pula di bantaran Kalimas dan Kali Surabaya terdapat pemukiman penduduk.