SUMENEP, KOMPAS.com - Sebanyak 74 desa di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, tidak dapat mencairkan dana desa (DD) tahap II setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2025.
Ketua Persaudaraan Kepala Desa Indonesia (PKDI) Sumenep, Abdul Hayat menilai, kebijakan ini menghambat jalannya program desa yang sudah berjalan sejak awal tahun.
Menurut H Obet, sapaan akrabnya, pencairan dana seharusnya tetap dilakukan karena sejumlah program pembangunan di desa sudah terlaksana dan membutuhkan pembiayaan.
Abdul Hayat menegaskan, PMK 81/2025 merugikan pemerintah desa, terutama 74 desa kategori non-earmark yang belum menerima pencairan tahap dua.
Baca juga: 246 Desa di Ende Gagal Cairkan Dana Desa Tahap II, Total Rp 22 Miliar
“Banyak kepala desa yang sudah melakukan kegiatan tapi dananya tertahan di pusat,” kata Abdul Hayat kepada Kompas.com, Senin (8/12/2025).
Karena itu, pihaknya meminta pemerintah pusat segera mencabut atau meninjau ulang peraturan tersebut agar desa tidak mengalami stagnasi program.
“Kami mendesak PMK 81 itu dicabut, jangan sampai merugikan desa,” tegasnya.
PKDI Sumenep tidak memilih jalur demonstrasi seperti Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI). Namun mereka tetap menyampaikan sikap protes melalui mekanisme organisasi.
“Tidak mengurangi nilai perjuangan kawan-kawan, PKDI tetap mendukung,” lanjutnya.
H Obet menyebut, langkah utama yang ditempuh saat ini adalah bersurat dan meminta audiensi resmi dengan kementerian terkait.
Di antaranya dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Desa, hingga Sekretariat Kabinet jika diperlukan.
“DPP PKDI sudah berkirim surat minggu kemarin,” ungkapnya.
Tuntutan audiensi ini fokus pada pencairan dana desa tahap II yang tertahan sejak pengajuan dilakukan pada 17 September 2025.
PKDI menilai kebijakan berlaku mundur karena PMK 81/2025 diterbitkan pada 25 November, setelah pengajuan pencairan dilakukan.
“Pengajuan pencairan 17 September itu diblokir dan dipending,” jelas Abdul Hayat.
Baca juga: 22 Desa di Magetan Gagal Menerima Dana Desa Tahap II, Kadis PMD: Tidak Ada Pemberitahuan dari Pusat
Menurut H Obet, kondisi ini tidak hanya terjadi di Sumenep tetapi juga dialami banyak desa di Indonesia pascapenerbitan PMK 81/2025.
Dana desa tahap II atau dana non-earmark merupakan sumber utama pembiayaan pembangunan fisik dan pelayanan masyarakat yang telah dirancang sejak awal tahun.
PKDI menekankan, dana desa harus dikembalikan pada semangat UU Desa, termasuk musyawarah sebagai dasar perencanaan program desa.
"Akibat pencairan tahap dua belum turun, RKPDes dan APBDes tidak dapat berjalan optimal dan banyak program desa terpaksa tertunda," tutup dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang