Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ibu Tunggal di Jombang, Rela Jadi Tukang Kupas Bawang demi Pendidikan Anak

Kompas.com, 1 Desember 2025, 09:20 WIB
Moh. SyafiĆ­,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

JOMBANG, KOMPAS.com - Hidup dalam kondisi serba sederhana tak membuat semangatnya surut untuk menjaga kelangsungan pendidikan sang anak. 

Uang yang diperoleh selalu diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan sang anak yang kini duduk di bangku kelas 7 madrasah tsanawiyah (MTs) di wilayah Kecamatan Jogoroto.

Itulah Sumarni (53), warga Dusun Wringinjejer, Desa Gondek, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Sepeninggal sang suami 3 tahun lalu, Sumarni hidup di sebuah rumah sederhana bersama putri dan ibu kandungnya.

Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga ini memang terbuat dari dinding bata merah dan atap genting.

Baca juga: Kisah Ibu Hamil Muda yang Sempat Tidur di SPBU, Kini Bangkit Lewat Jualan Pentol

Hanya saja, rumah permanen tersebut seluruh dindingnya belum terlapisi, lantai masih berupa tanah dan sebagian dilapisi bata, serta pintu jendela ala kadarnya.

“Rumah ini selesai dibangun sebelum bapaknya pergi (meninggal). Kondisinya ya seperti ini,” kata Sumarni, kepada Kompas.com, Minggu (30/11/2025).

Mengupas bawang

Sumarni (53), warga Dusun Wringinjejer. Desa Gondek, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.KOMPAS.COM/MOH. SYAFIÍ Sumarni (53), warga Dusun Wringinjejer. Desa Gondek, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Dalam kesehariannya, Sumarni bekerja sebagai buruh kupas bawang merah yang dilakukan di rumahnya sendiri.

Setiap hari, Ia mengambil bawang merah sebanyak 20 kilogram dari seseorang di desa sebelah, lalu dibawa pulang untuk dikupas.

Setelah dikupas, bawang merah tersebut dikembalikan dengan ongkos kerja sebesar Rp 1.800 per kilogram.

Rutinitas itu dilakukan Sumarni sejak beberapa tahun terakhir, guna memenuhi kebutuhan keluarganya.

Selain mengupas bawang merah, sesekali Ia mengambil dan mengumpulkan bulu ayam untuk dijual.  

“Setiap harinya ya mengupas bawang merah. Bayaranya diberikan tiap 2 minggu,” ungkap Sumarni.

Baca juga: Perjuangan Aminah, Dari Warkop Sederhana Berhasil Sekolahkan Anak hingga Perguruan Tinggi

Tak memiliki motor

Dalam menjalankan aktivitas harian, Sumarni melakukannya dengan naik sepeda pancal atau berjalan kaki.

Itu dilakukan baik untuk mengambil bawang merah dan mengantarkannya kembali, maupun melakukan aktivitas lain.

Ia tidak memiliki motor. Keinginannya untuk membeli motor juga dipendam dalam-dalam demi menjaga kelangsungan pendidikan sang anak.

“Sebenarnya berminat, tapi uangnya yang gak ada. Kalaupun ada uang, ya buat kebutuhan sekolah anak saja,” ujar Sumarni.

Kebutuhan sekolah yang dimaksud ibu satu tersebut, antara lain buku LKS, uang saku harian, hingga biaya dan kebutuhan lainnya yang tidak ditanggung pemerintah.

Penerima Bansos

Ia menuturkan, keluarganya merupakan penerima manfaat dari program Bansos Sembako dan PKH pendidikan.

Terhadap Bansos yang diterimanya, Sumarni mengaku tak mau sembrono. Prioritas pertamanya adalah menyelesaikan apa yang menjadi kebutuhan putrinya selama sekolah.

“Dapatnya tiap 3 bulan. Ketika dapat, ya langsung digunakan untuk menyelesaikan kebutuhan sekolah anak,” katanya.

Baca juga: Di Balik Keringat Zubaidah Setiap Hari Banting Tulang, Ada Masa Depan 3 Anak yang Dipertaruhkan

Namun, namanya tiba-tiba hilang dari daftar penerima Bansos dan tidak menerima pencairan sejak September 2025.

“Kalau yang pertama dan kedua masih dapat, tapi yang September dan November gak dapat,” ungkap ibu satu anak tersebut.

Sumarni mengaku telah mengkonfirmasi ke pihak pemerintah desa dan pendamping program Bansos.

Namanya diduga hilang akibat kesalahan input data yang menyebut dirinya telah berpindah alamat ke kecamatan lain.

Prioritaskan pendidikan anak

Sumarni tiap hari bangun subuh. Setiap pagi, Ia mengawali aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga dengan memasak, mencuci pakaian, serta mempersiapkan sang anak sebelum berangkat ke sekolah.

Setelah putrinya berangkat ke sekolah, Sumarni dengan sepeda pancalnya mengambil bawang merah di rumah seseorang di desa sebelah, lalu membawanya pulang untuk dikupas.

Bawang yang telah dikupas kemudian dikembalikan lagi pada sore hari. 

Menurut Sumarni, dirinya tak bisa bepergian atau bekerja terlalu lama di luar rumah karena sedang menjaga dan merawat ibunya yang berada di rumah.

Hidup dalam kesederhanaan, Sumarni tak memiliki harapan muluk-muluk. Harapan terbesarnya, anaknya bisa terus sekolah.

Baca juga: Kisah Sani, Perjuangan Ibu Muda Musisi dari Lombok Bernyanyi Sambil Gendong Anak

“Harapannya ya bisa sekolah terus, supaya anak pintar,”  ujar Sumarni.

Guna menjamin kelangsungan pendidikan putrinya, Sumarni selalu memprioritaskan pemenuhan kebutuhan sekolah, daripada membeli barang lain.

Tak lupa, Ia juga mengajari anaknya agar selalu berhemat, memprioritaskan kebutuhan yang paling penting, hingga mendorong anaknya belajar yang rajin.

“Karena yang paling penting ya buat sekolahnya anak. Kalau ada uang, yang kita dahulukan ya kebutuhan sekolahnya, sangunya (uang saku),” ungkap Sumarni.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau