“Visi saya mengurangi limbah kain. Jadi, jangan sampai saya bikin sampah lagi,” tegasnya.
Keunikan karya Untari Dewi tidak berhenti di situ. Dia menambahkan sentuhan wastra nusantara dan lukisan batik di setiap desainnya. Menjadikan produk RuZe berbeda dari sekadar busana berbahan daur ulang.
Baca juga: Cerita Kreatif Bapak-bapak Kompleks Sulap Jins Bekas Jadi Tas Lucu
“Kebetulan saya bisa melukis dan membatik, jadi saya tambahi itu agar ada value-nya,” ucap perempuan berusia 47 tahun itu.
Baginya, kombinasi denim dan batik bukan hanya mempercantik tampilan, tapi juga membawa cerita tentang budaya. Sehingga kreasinya diminati banyak kalangan, termasuk pegawai pemerintah, seperti sejumlah pegawai Pemkot Surabaya.
“Kalau jins saja kesannya kasual, tapi kalau ditambahi wastra bisa dipakai di acara semi formal,” tutur dia.
Di Surabaya, produk RuZe bisa ditemukan di Sentra UMKM Siola dan Mirota Batik, sementara untuk pasar global, ia menjual melalui marketplace khusus produk handmade yang telah menembus pasar internasional.
“Pasarnya di Indonesia sendiri sampai Amerika, Inggris, Perancis, Kanada. Harga mulai Rp 250 ribu hingga Rp 1,5 juta, tergantung kerumitan desain,” kata Untari Dewi.
“Produknya tidak banyak karena bikinnya satu-satu. Paling banyak mereka beli lima biji,” imbuh dia.
Sampai saat ini setiap karya RuZe hanya dibuat satu desain sehingga tidak ada produk yang sama. Meski begitu proses kreatif ini membuatnya tidak pernah kehabisan ide.
“Cocok untuk orang yang tidak suka dikembari. Saya tidak suka bikin baju yang sama, jadi setiap bikin dua jins sudah terbayang mau dikombinasikan dengan apa,” ujar perempuan lulusan UPN Surabaya ini.
“Kadang orang tanya, kok bisa ya bikin baju satu per satu, nggak capek otaknya? Justru itu tantangannya, bikin saya senang,” sambungnya.
Sebab, kata dia, semua proses produksi dilakukan dengan hati-hati. Mulai dari jins bekas dicuci hingga tiga kali, lalu dijemur, dan dibongkar satu per satu sebelum dikombinasikan. Dalam sebulan, ia bisa memproduksi sekitar 40 potong.
“Yang jahit cuma satu orang, selebihnya saya. Kadang anak saya bantu desain batik atau mbatik. Kalau jahitnya cepat, nata potongan-potongannya itu yang lama,” tutur dia.
Baca juga: Demi Hutan Sumatera, Stella McCartney Rancang Busana Upcycling
Seiring berjalannya waktu tantangan terbesar yang terus dihadapi adalah meyakinkan calon pembeli bahwa bahan bekas bisa mempunyai nilai baru.
“Saya pernah pameran, sudah mau beli tapi batal karena tahu ini dari bahan bekas. Tapi ada juga yang beli justru karena punya persepsi sendiri tentang produk ramah lingkungan,” ujar Untari Dewi.
Kini, setelah mengikuti banyak pameran UMKM baik yang diadakan pemerintah atau swasta ia tengah bersiap mengikuti pameran ke luar negeri.
“Salah satunya saya sudah dua kali ikut pameran Kemenkraf. Dulu waktu Pak Sandiaga masih menjabat, fokusnya belum ekspor, menteri yang baru sekarang sudah fokus ekspor. Semoga lolos lagi,” cetus dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang