SURABAYA, KOMPAS.com - Di tengah derasnya arus fast fashion yang terus menciptakan limbah tekstil, seorang perempuan asal Surabaya, Jawa Timur, memilih berjalan ke arah sebaliknya.
Ia tidak silau pada tren baru, melainkan menemukan keindahan dari yang sudah tidak terpakai.
Namanya Untari Dewi. Sejak tahun 2018 dia berkreasi mengubah jins bekas menjadi karya mode berkarakter, bernilai tinggi, dan memiliki makna berlanjutan.
“Awalnya saya suka ke rombeng-rombeng, kebetulan ada jins ombyokan itu. Nah, saya suka beli jins lawas-lawas yang orang tidak mungkin pakai,” kata pemilik brand RuZe Upcycling itu.
Baca juga: “Citayam Fashion Week”, Generasi Z, dan Limbah “Fashion” yang Tak Disadari
Kala itu, harga celana jins bekas yang dibeli sangat murah, ada yang Rp 5.000 per potong, bahkan tiga potong didapat Rp 20.000.
Ia pun membeli tanpa rencana, hanya karena senang melihat bentuk dan warnanya. “Saya nggak tahu mau dibuat apa, senang saja lihat karena lucu-lucu. Tapi kalau dipakai orang ya gak mungkin,” cerita perempuan yang biasa disapa Untari itu.
“Saya berpikir kalau jins tidak kebeli orang terus mau dikemanain, makanya saya beli. Saya pikir dijadikan apa biar bisa dijual lagi dan bermanfaat,” imbuh dia.
Dari tumpukan jins bekas tersebut muncul ide untuk membuat tas. Namun setelah berporses stoknya kian menumpuk, sementara penjualan tidak bergerak cepat. Kemudian ia mencoba membuat vest dari bahan bekas tersebut.
Baca juga: Surabaya dan Dilema Thrifting, antara Simbol Gaya Hidup dan Ancaman Limbah Fesyen
“Kebetulan waktu itu ada acara pameran, saya bawa vast satu lusin. Eh, kok habis semua. Akhirnya keterusan sampai sekarang,” kata Untari Dewi sambil tersenyum.
Walaupun ia sempat kembali ragu, apakah orang akan tetap mau membeli dan memakai pakaian dari bahan bekas.
“Kalau orang luar negeri pasti suka, tapi kalau orang Indonesia saya sempat takut dikira aneh. Tapi ternyata habis, jadi keterusan,” sambung dia.
Salah satu karya dari daur ulang jeans yang dipadukan dengan wastra hasil dari UMKM yang ada di Surabaya, Jawa Timur.Di sisi lain, menurut dia RuZe Upcycling lebih dari sekadar tren mode, karena sekaligus menyuarakan kepedulian terhadap lingkungan. Yaitu menyelamatkan kain yang tidak lagi terpakai agar tidak berakhir menjadi limbah.
Meski sejauh ini ia hanya menggunakan jins bekas lokal, bukan hasil thrifting impor.
Menurut dia, jins memiliki daya tahan kuat dan bisa diolah kembali tanpa kehilangan karakternya, walaupun saat ini lebih banyak jenis stretch yang molor-molor yang susah diolah.
Selain dijadikan vest dan jaket, ia juga memanfaatkan sisa potongan bahan menjadi produk lain seperti sabuk kain, dompet kecil, dan aksesori.
“Visi saya mengurangi limbah kain. Jadi, jangan sampai saya bikin sampah lagi,” tegasnya.
Keunikan karya Untari Dewi tidak berhenti di situ. Dia menambahkan sentuhan wastra nusantara dan lukisan batik di setiap desainnya. Menjadikan produk RuZe berbeda dari sekadar busana berbahan daur ulang.
Baca juga: Cerita Kreatif Bapak-bapak Kompleks Sulap Jins Bekas Jadi Tas Lucu
“Kebetulan saya bisa melukis dan membatik, jadi saya tambahi itu agar ada value-nya,” ucap perempuan berusia 47 tahun itu.
Baginya, kombinasi denim dan batik bukan hanya mempercantik tampilan, tapi juga membawa cerita tentang budaya. Sehingga kreasinya diminati banyak kalangan, termasuk pegawai pemerintah, seperti sejumlah pegawai Pemkot Surabaya.
“Kalau jins saja kesannya kasual, tapi kalau ditambahi wastra bisa dipakai di acara semi formal,” tutur dia.
Di Surabaya, produk RuZe bisa ditemukan di Sentra UMKM Siola dan Mirota Batik, sementara untuk pasar global, ia menjual melalui marketplace khusus produk handmade yang telah menembus pasar internasional.
“Pasarnya di Indonesia sendiri sampai Amerika, Inggris, Perancis, Kanada. Harga mulai Rp 250 ribu hingga Rp 1,5 juta, tergantung kerumitan desain,” kata Untari Dewi.
“Produknya tidak banyak karena bikinnya satu-satu. Paling banyak mereka beli lima biji,” imbuh dia.
Untari Dewi, pemilik RuZe Upcycling asal Surabaya saat akan menjahit bahan yang berasal dari tumpukan jeans bekas menjadi karya fesyen eksklusif yang kini digemari hingga luar negeri.Sampai saat ini setiap karya RuZe hanya dibuat satu desain sehingga tidak ada produk yang sama. Meski begitu proses kreatif ini membuatnya tidak pernah kehabisan ide.
“Cocok untuk orang yang tidak suka dikembari. Saya tidak suka bikin baju yang sama, jadi setiap bikin dua jins sudah terbayang mau dikombinasikan dengan apa,” ujar perempuan lulusan UPN Surabaya ini.
“Kadang orang tanya, kok bisa ya bikin baju satu per satu, nggak capek otaknya? Justru itu tantangannya, bikin saya senang,” sambungnya.
Sebab, kata dia, semua proses produksi dilakukan dengan hati-hati. Mulai dari jins bekas dicuci hingga tiga kali, lalu dijemur, dan dibongkar satu per satu sebelum dikombinasikan. Dalam sebulan, ia bisa memproduksi sekitar 40 potong.
“Yang jahit cuma satu orang, selebihnya saya. Kadang anak saya bantu desain batik atau mbatik. Kalau jahitnya cepat, nata potongan-potongannya itu yang lama,” tutur dia.
Baca juga: Demi Hutan Sumatera, Stella McCartney Rancang Busana Upcycling
Seiring berjalannya waktu tantangan terbesar yang terus dihadapi adalah meyakinkan calon pembeli bahwa bahan bekas bisa mempunyai nilai baru.
“Saya pernah pameran, sudah mau beli tapi batal karena tahu ini dari bahan bekas. Tapi ada juga yang beli justru karena punya persepsi sendiri tentang produk ramah lingkungan,” ujar Untari Dewi.
Kini, setelah mengikuti banyak pameran UMKM baik yang diadakan pemerintah atau swasta ia tengah bersiap mengikuti pameran ke luar negeri.
“Salah satunya saya sudah dua kali ikut pameran Kemenkraf. Dulu waktu Pak Sandiaga masih menjabat, fokusnya belum ekspor, menteri yang baru sekarang sudah fokus ekspor. Semoga lolos lagi,” cetus dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang