SURABAYA, KOMPAS.com - Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo mencatat, pasien HVI (human immunodeficiency virus) didominasi oleh pria dan usia produktif.
Belakangan, ramai data diunggah oleh @data.kita yang menunjukkan Kabupaten Sidoarjo menjadi daerah dengan pasien HIV tertinggi di Provinsi Jawa Timur sebanyak 270 kasus.
Plt Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Sidoarjo, dr Lakshmi Herawati Yuantina mengatakan, temuan tersebut tidak dapat dilihat sebatas angka, tetapi melalui skrining atau deteksi dini dari seluruh pihak untuk dapat melakukan penanganan awal bagi pasien HIV di Kabupaten Sidoarjo.
Dinkes Sidoarjo melalui bidang P2P (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) rutin melakukan skrining ke lokasi-lokasi yang dianggap rawan terhadap penularan HIV.
“Untuk lebih teknisnya, tentu tim dari Dinkes yang turun ke beberapa lokasi yang kemungkinan ada kasus-kasus HIV,” kata Lakshmi saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (16/10/2025).
Baca juga: Kasus HIV Sidoarjo Tertinggi di Jatim, Dinkes: Karena Skrining
Kepala Bidang P2P (Pencegahan dan Pengendalian Penyakit) Dinas Kesehatan Sidoarjo, dr Djoko Setijono mengatakan, saat ini pasien HIV di Sidoarjo didominasi pria dan usia produktif.
“Rata-rata usia produktif, kalau remaja paling satu dua, anak sekolah maksudnya. Kalau gender pria yang terbanyak. Kalau pemeriksaan VCT (voluntary counseling and testing), pria kebanyakan,” kata Djoko kepada Kompas.com.
Kendati demikian, pihaknya akan rutin melakukan skrining ke seluruh gender, termasuk trans.
Sebab, menurutnya, dalam beberapa kasus, perempuan cenderung enggan melakukan pemeriksaan karena malu.
“Perempuan biasanya malu untuk periksa dan sebagainya. Kalau tidak merasa sakit tidak akan periksa. Tapi kadang kalau merasakan keluhan mereka ke faskes dan ketemu saat kita skrining,” bebernya.
Untuk mempermudah proses skrining, Dinkes Sidoarjo menggandeng Non-Governmental Organization (GNO), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan komunitas agar mudah melakukan pendekatan.
“Kalau mau ke kelompok trans ya kita masuk ke sana, kita rangkul mereka. Jadi misal mereka malu, teman-teman akan menjangkau, mendampingi atau mengawal mereka,” kata dia.
Tidak sedikit juga yang memilih datang ke puskesmas atau rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Dinkes menjamin privasi setiap pasien selama di faskes.
“Kita tidak membedakan, kita punya ruang privasi, ruang khusus untuk menampung keluhan mereka, memberikan motivasi. Jadi tidak campur dengan pasien lain,” ujarnya.
Baca juga: Banyuwangi Catatkan Peningkatan Kasus Kematian akibat HIV/AIDS, Apa Pemicunya?
Setelah mendapat temuan, pasien akan diberi akses untuk mendapat pengobatan di puskesmas maupun rumah sakit.