PONOROGO, KOMPAS.com – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Ponorogo menemukan 114 kasus baru HIV sepanjang Januari hingga Agustus 2025.
Penemuan kasus itu berasal dari hasil skrining kesehatan yang dilakukan terhadap ribuan warga dengan kelompok sasaran berisiko tinggi.
Kabid Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Ponorogo, Anik Setyarini, menyebut penyebab HIV bermacam-macam, termasuk hubungan lelaki seks dengan lelaki (LSL).
“Dari Januari sampai Agustus ada 114 kasus HIV baru. Penyebabnya bermacam-macam, ada LSL,” ungkap Anik saat ditemui di kantor Dinkes Ponorogo, Gedung Terpadu, Jalan Basuki Rahmat, Senin (15/9/2025).
Baca juga: 321 Kasus HIV Ditemukan di Bekasi, Wali Kota Pastikan Stok Obat Masih Tersedia
Dinkes Ponorogo menargetkan 14.888 orang menjalani skrining HIV pada 2025.
Hingga Agustus, sebanyak 7.829 orang telah mengikuti tes, dan 114 di antaranya positif HIV.
Dari jumlah tersebut, kasus tertinggi berasal dari pelanggan seks sebanyak 25 orang, pekerja seks komersial (PSK) 23 orang, serta kelompok LSL sebanyak 13 orang.
Selain itu, kasus HIV baru juga ditemukan pada berbagai kelompok usia. Satu pelajar berusia 15–19 tahun dan tiga orang berusia 20–25 tahun ikut terkonfirmasi.
Sisanya mayoritas berusia produktif di atas 25 tahun.
“Dari 114 kasus itu, ada lima calon pengantin yang positif HIV dan empat kasus dari pasangan orang dengan HIV (ODHIV),” papar Anik.
Baca juga: Dinkes Bekasi: Ditemukan 321 Kasus HIV pada Januari-Juli 2025
Dinkes juga mencatat dua ibu hamil (bumil), 20 penderita tuberkulosis dengan HIV (TB-HIV), satu kasus dari infeksi menular seksual (IMS), dan satu warga binaan pemasyarakatan (WBP).
“Setiap tahun selalu ada penemuan kasus baru karena perilaku masyarakat yang berisiko dan hubungan seksual yang menyimpang,” jelasnya.
Untuk menekan laju penularan, Dinkes Ponorogo melakukan skrining rutin dan wajib terhadap populasi kunci, seperti ibu hamil, calon pengantin, WBP, dan PSK.
Menurut Anik, penemuan dini kasus HIV penting agar pasien segera mendapat pengobatan sekaligus mencegah penularan ke orang lain.
“Kalau ditemukan lebih cepat, pengobatan bisa segera dilakukan, dan risiko penularan dapat ditekan,” pungkasnya..
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang