MAGETAN, KOMPAS.com – Senyum bahagia tergambar jelas di wajah yang mulai renta di usianya yang ke 74 tahun, ketika Kompas.com menyambangi rumah berukuran 6 x 9 di Desa Kembangan, RT 2 RW 4, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Magetan, Jawa Timur.
Sinar matahari terlihat menembus sebagian ruang tengah yang berisi kursi tamu rotan yang kusam dan dipan dari bambu yang dipepetkan ke tembok sebelah Timur.
Sebagian gentengnya terlihat mulai renggang karena sejumlah reng penyangga atap dari bambu terlihat rapuh.
“Saya pindah kesini sudah sejak tahun 1992 bersama anak saya yang berusia 6 tahun, setelah suami saya meninggal karena menderita asma,” ujar Mbah Jirah ditemui dirumahnya Senin (13/10/2025).
Baca juga: 2.000 Penderita Penyakit Akut di Magetan Ajukan Pengaktifan Kembali BPJS PBI
Mbah Jirah mengaku menempati rumah adiknya tersebut dari tukar guling warisan tanah dari orang tuanya karena bagian dia hanya tanah yang berada di bagian belakang tanpa memiliki rumah pada waktu itu.
“Bagian tanah saya di belakang. Adik saya almarhumah sudah punya rumah lagi sehingga saya disuruh menempati rumah yang di sini,” imbuhnya.
Baca juga: Monumen Soco dan Gerbong Kertapati: Jejak Kelam Sejarah PKI 1948 di Magetan
Mbah Jirah yang merupakan seniman anggota ketoprak Siswo Budoyo adalah seseorang yang multitalenta di bidang seni, karena dia bisa menari gambyong, menari jatilan hingga menari bedoyo dalam pembukaan pagelaran ketoprak.
Dia mengaku bertemu dengan Harjo Wiji Winoto, suaminya, di tobong ketoprak Siswo Budoyo yang kala itu merupakan grup ketoprak terbaik di Jawa Timur.
“Saya main ketoprak dengan suami itu sejak tahun 1965. Suami saya itu rool (tokoh utama) pagelaran ketoprak Siswo Budoyo. Kalau saya bisa main apa saja. Kadang bedoyo ya main juga sebagai lakon,” kenangnya.
Dari bermain ketoprak keliling di sejumlah wilayah Jawa Timur bersama suami, Mbah Jirah mengaku bisa membeli rumah dan sepeda motor di Desa Tinap. Namun rumah tersebut dijual untuk pengobatan suaminya yang mengidap penyakit asma akut.
”Ndak siang ndak malam kalau kambuh itu saya yang gendong ke rumah sakit untuk berobat. Akhirnya rumah kita jual untuk biaya pengobatan, sampai suami saya meninggal,” kenangnya.
Ditinggal suaminya, Mbah Jirah harus membanting tulang sebgai buruh tani, karena dia bertekat tidak kembali ke tobong ketoprak agar tidak selalu ingat sosok suaminya.
Meski tidak mudah mencari rejeki dari bekerja sebagai buruh tani, Mbah Jirah tak pernah absen untuk melakukan kegiatan sosial menjadi pemandi jenazah bagi warga di Desa Kembangan, Desa Tinap maupun desa di sekitar tempat tinggalnya.
Bahkan diusianya yang mendekati senja, Mbah Jirah tetap menjadi pemandi jenazah dengan sukarela.
"Pokoknya kalau dengar ada warga yang meninggal, saya langsung datang. Saya tidak pandang yang meninggal siapa, saya pasti mandikan,” ujarnya.
TNI akan melakuakn rehab 15 rumah tidak layak huni di kegiatan TMMD ke 126 di Desa Kembangan, Kabupaten Magetan, Salah satu rumah yang direhab adalah rumah milik Mbah Jirah, seniman serba bisa dan pemandi jenazah yang bekerja sukarela."Kalau bukan kita siapa lagi. Orang meninggal itu kewajiban yang masih hidup untuk mengurus pemakamannya. Meski sudah tua, saya ikhlas menjalani semua itu,” katanya.
Anak semata wayang Mbah Jirah sejak tahun 2000 bekerja dan menikah di Cimahi.
Dia mengaku beruntung anaknya setiap bulan mengirimkan rezeki untuk sekedar membeli beras atau lauk. Dia juga mendapat bantuan uang dan beras dari pemerintah.
“Di rumah ya berkebun dilahan yang sedikit itu. Pelihara ayam juga, ini ada 30 ekor, nanti buat persipaan untuk menjamu tetangga yang bekerja bangun rumah,” jelasnya.
Baca juga: Pemprov Jatim Hentikan Operasional Tambang di Magetan Usai Pekerja Tewas
Melalui program TMMD ke-126 Kodim 0804/Magetan, rumah Mbah Jirah yang gentingnya bocor dan kayunya lapuk itu akhirnya akan dibedah.
Saking parahnya kondisi rumahnya, Mbah Jirah mengaku terpaksa mengerjakan sendiri membetulkan genting yang bocor atau genting yang pecah.
Baca juga: Korban Longsor Tambang Galian C Magetan Ditemukan Tertimbun di Lereng Bukit
“Itu reng penyangga genting sudah pada rapuh, saya panjat sendiri kalau ada genting yang bocor. Soalnya saya khawatir kalau nyuruh orang lain malah khawatir tidak tahu kalau kayunya sudah rapuh. Kalau tidak dibetulin hujan itu bocor semua. Makanya dipan saya pindah di ruang tengah biar terhindar dari bocor,” katanya.
Komandan Kodim 0804/Magetan, Letkol Inf Hasan Dasuki, saat melakukan peninjauan kegiatan mengatakan, ada 15 rumah tidak layak huni seperti rumah Mbah Jirah yang akan dilakukan rehabilitasi karena kondisinya yang memperihatinkan.
Keberadaan rumah tidak layak huni dengan lansia sebagai penghuninya menjadi prioritas dalam kegiatan TMMD ke-126 di Magetan.
"Ada 15 rumah tidak layak huni yang kita renovasi seperti rumah Mbah Jirah, karena penghuninya adalah lansia ini kita prioritaskan agar mereka bisa hidup dan tinggal di rumah mereka dengan nyaman,” ujarnya.
TMMD ke-126, menurut Hasan Dasuki, juga membangun jalan tani sepanjang 1,4 kilometer yang menjadi bagian penting kebutuhan petani di Desa Kembangan. Dengan adanya jalan tersebut, lahan pertanian seluas 70 hektar memudahkan petani membawa pulang hasil panen maupun membawa pupuk ke sawah.
“Selama ini jalannya berupa tanah sehinga kalau hujan petani kesulitan membawa hasil panen maupun membawa pupuk ke sawah,” imbuhnya.
TMMD ke-126 juga akan membangun sumur dalam bagi petani agar bisa menanam padi, karena selama ini petani hanya bisa menanam satu kali di saat musim penghujan.
TMMD juga akan membangun dua pos kamling untuk mendukung program giat siskamling serta rehabilitasi masjid dan kegiatan sosial pemeriksaan kesehatan serta membagi sembako kepada warga kurang mampu.
Kepala Desa Kembangan Yani Maryadi mengaku kegiatan TMMD ke-126 di desanya sangat diharapkan masyarakat karena selama ini warganya harus membayar mahal pengangkutan hasil panen mereka disebabkan sulitnya akses jalan ke sawah mereka.
"Dulu satu karung itu biaya angkutnya bisa Rp 10.000 karena akses jalanya tidak ada. Baru tahun 2016 kita buka jalan tani dengan kondisi masih makadam yang sulit dilalui kendaran kalau hujan. Sejak tahun 2016 kita ajukan pembangunan jalan tani, tapi baru sekarang ada pembangunan jalan sepanjang 1,4 kilometer oleh TMMD,” ucapnya.
Yang lebih menggembirakan akan adanya 3 titik sumur dalam yang dibangun, yang menjamin ketersediaan air bagi tanaman padi warga.
Suradi salah satu warga mengaku petani hanya bisa menanam jagung sebagai pengganti tanaman padi di kala musim kemarau.
“Selebihnya ya banyak yang terbengkalai karena sawah di sini sawah tadah hujan. Kalau ada sumur 3 titik, masyarakat pasti bisa menanam padi 3 kali seperti petani di desa tetangga,” katanya.
Teriknya matahari di tengah hamparan tanaman jagung yang memanggang siang itu, tak menyurutkan puluhan prajurit TNI dan warga yang terlihat semangat menuang adukan semen di atas jalan tani berupa tanah berdebu.
Sejak pelaksanaan TMMD ke-126 yang dibuka langsung oleh Bupati Magetan Nanik Endang Rusminiarti pada Hari Rabu (8/10/2025), lebih dari 100 meter jalan cor beton yang berhasil di selesaikan.
Dari sekian pekerja pembangunan jalan tani di Desa Kembangan yang mayoritas adalah parjurit TNI dan sejumlah petani warga setempat, nampak sosok berbeda yang tetap giat mengambil koral memasukkan ke dalam ember untuk dituang di mesin molen.
Adalah Parti (53), perempuan satu satunya dalam kegiatan pembangunan jalan tersebut.
“Iya sudah beberapa hari ini saya membantu pekerjaan pembangunan jalan tani. Besok sudah mau pindah ke Gresik, kerja bangunan juga,” katanya.
Parti mengaku meluangkan waktu untuk membantu parjurit TNI membangun jalan tani untuk mempermudah masyarakat mengangkut hasil panen mereka karena merasa bahwa jalan tersebut sangat dibutuhkan dan ditunggu masyarakat.
“Jalan ini sangat ditunggu warga agar mereka bisa mudah mengangkut hasil panen maupn mengangkut pupuk ke sawah mereka. Makanya kita ikut bantu,” imbuhnya.
Parti mengaku sudah puluhan tahun menjadi pekerja kuli bangunan di sejumlah kabupaten kota bersama suaminya Siran. Baginya pekerjaan yang dianggap kasar tersebut adalah hal biasa.
“Yang kita kerjakan di sini sama dengan bapak-bapak lainnya, ambil koral, ambil pasir atau nimba air karena di sini jauh dari sumber air, kita harus nimba mindahin air dari penampungan ke bak yang dekat mesin molen. Bagi saya itu pekerjaan biasa,” ujarnya sambil tersenyum.
Parti mengkau memahami pentingnya jalan bagi petani seperti dirinya yang memiliki lahan pertanian dan memelihara sapi dan kambing.
Untuk membawa pulang panen jagung, dia mengaku terpaksa menggendong hingga 3 kilometer agar sampai ke rumah.
“Kalau jalan ini selesai kan tidak perlu lagi menggendong hasil panen atau nyari rumput, tinggal naikkan motor lebih mudah. Terima kasih dengan TMMD ini petani punya jalan untuk membawa hasil panen,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang