"Biasanya kami menggunakan biji-bijian yang memiliki warna pekat. Lalu untuk warna merahnya menggunakan kayu secang. Kami juga pakai mundu," imbuh dia.
Penggunaan bahan baku dan proses yang panjang itulah yang membuat satu lembar kain batik gentongan memiliki harga fantastis.
"Satu lembarnya itu cukup mahal, mulai jutaan, sampai Rp 25 juta," tutur dia.
Meski mahal, kain batik gentongan masih laris dibeli oleh sejumlah pejabat. Batik gentongan kerap menjadi souvenir untuk pejabat yang datang ke Bangkalan.
"Di sini sudah jadi langganan orang dinas. Kalau ada kunjungan selalu mampir ke sini. Untuk souvenir juga biasanya banyak yang ambil batik gentongan," ungkap dia.
Baca juga: Geliat Batik Garudeya, Batik Khas Kabupaten Malang yang Banyak Dicari
Salah satu batik tulis gentongan yang dijual di galeri Batik Belva adalah motif Tasek Malaja yang memiliki arti gelombang laut.
Motif itu dibuat oleh para ibu di pesisir Bangkalan yang menunggu suaminya pulang berlayar mencari ikan.
"Jadi dahulu itu motif ini dibuat oleh para isteri yang menunggu suaminya pulang melaut. Mereka berharap suaminya datang selamat, sembari menunggu mereka membatik," kata dia.
Galeri milik Husnun juga kerap menjadi tempat edukasi bagi masyarakat sekitar hingga turis mancanegara. Apalagi, Husnun memahami tiap motif batik yang ada di galerinya.
Baca juga: Batik Maluang, Warisan Berau yang Tembus Pasar Nasional
"Kami sering kedatangan tamu dari Spanyol, Polandia, Australia, Portugal, Amerika dan banyak lainnya. Biasanya mereka akan belajar tentang batik dan membeli kain dari kami," ungkap dia.
Ia berharap, di tengah perkembangan jaman, batik tulis bisa terus dilestarikan. Apalagi, banyak kain batik yang memiliki makna tersendiri pada tiap motifnya.
"Sekarang ini jumlah pembatik juga sudah banyak berkurang terutama pembatik muda. Kami ingin terus mengenalkan batik dan mengajak masyarakat jangan malu pakai batik," sebut dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang