Salin Artikel

Batik Tulis Gentongan Khas Bangkalan, Direndam dalam Gentong Berbulan-bulan

Batik ini dikenal karena memiliki metode pembuatan yang khas, yakni menggunakan gentong atau wadah yang terbuat dari tanah liat.

Adalah Hj Husnun Nikmah, pemilik galeri batik di Jalan Raya Ketengan, Kelurahan Tunjung, Kecamatan Burneh yang menceritakan tentang batik gentongan ini.  

Husnun dikenal tak hanya menjual batik, namun juga menjadi salah satu perajin batik di sana. Sejak 2009, ia bersama suaminya mendirikan galeri batik yang diberi nama 'Belva'.

Galeri tersebut sekaligus menjadi wadah bagi perajin batik dari Kecamatan Tanjung Bumi, tempat batik gentongan berasal.

Ada ribuan motif batik tulis di dalam galeri tersebut, yang siap menyambut para pembeli.

"Ini semua batik tulis asli dari Tanjung Bumi, kami bawa ke sini dan setiap harinya banyak peminat batik yang datang," ujar dia dalam perbincangan Kamis (2/10/2025).

Salah satu produk batik yang kerap dicari pengunjung yakni batik tulis gentongan. Batik tulis itu dinilai istimewa, sebab memiliki proses pembuatan yang rumit.

"Jadi batik ini berbeda dengan batik lainnya, kalau batik lain, proses pencatingannya dilakukan di satu sisi kain. Namun kalau batik gentongan ini dua sisi," imbuh dia.

Proses pencantingan dua sisi itu membuat batik gentongan memiliki warna yang kuat. Bahkan, semakin dicuci, warna batik akan semakin menyala.

"Orang itu kadang kalau memegang kainnya yang baru jadi memang kaku, karena masih ada sisa lilin. Namun, semakin dicuci akan halus dan warnanya semakin keluar," kata dia.

Satu lembar kain batik gentongan akan dicelupkan ke dalam gentong yang telah berisi air yang diberi warna, berulang kali. Bahkan bisa mencapai enam bulan.

"Iya yang lama juga proses pencelupannya. Makanya, satu kain gentongan itu bisa dikerjakan dalam waktu satu tahun," ungkap dia.

Tak hanya prosesnya yang panjang, pewarna batik gentongan juga tak menggunakan pewarna sintetis layaknya batik tulis biasa. Namun, pewarna yang digunakan dari alam dan menggunakan berbagai biji-bijian.

"Biasanya kami menggunakan biji-bijian yang memiliki warna pekat. Lalu untuk warna merahnya menggunakan kayu secang. Kami juga pakai mundu," imbuh dia.

Penggunaan bahan baku dan proses yang panjang itulah yang membuat satu lembar kain batik gentongan memiliki harga fantastis.

"Satu lembarnya itu cukup mahal, mulai jutaan, sampai Rp 25 juta," tutur dia.

Laris manis

Meski mahal, kain batik gentongan masih laris dibeli oleh sejumlah pejabat. Batik gentongan kerap menjadi souvenir untuk pejabat yang datang ke Bangkalan.

"Di sini sudah jadi langganan orang dinas. Kalau ada kunjungan selalu mampir ke sini. Untuk souvenir juga biasanya banyak yang ambil batik gentongan," ungkap dia.

Salah satu batik tulis gentongan yang dijual di galeri Batik Belva adalah motif Tasek Malaja yang memiliki arti gelombang laut.

Motif itu dibuat oleh para ibu di pesisir Bangkalan yang menunggu suaminya pulang berlayar mencari ikan.

"Jadi dahulu itu motif ini dibuat oleh para isteri yang menunggu suaminya pulang melaut. Mereka berharap suaminya datang selamat, sembari menunggu mereka membatik," kata dia.

Edukasi

Galeri milik Husnun juga kerap menjadi tempat edukasi bagi masyarakat sekitar hingga turis mancanegara. Apalagi, Husnun memahami tiap motif batik yang ada di galerinya.

"Kami sering kedatangan tamu dari Spanyol, Polandia, Australia, Portugal, Amerika dan banyak lainnya. Biasanya mereka akan belajar tentang batik dan membeli kain dari kami," ungkap dia.

Ia berharap, di tengah perkembangan jaman, batik tulis bisa terus dilestarikan. Apalagi, banyak kain batik yang memiliki makna tersendiri pada tiap motifnya.

"Sekarang ini jumlah pembatik juga sudah banyak berkurang terutama pembatik muda. Kami ingin terus mengenalkan batik dan mengajak masyarakat jangan malu pakai batik," sebut dia.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/10/02/183458678/batik-tulis-gentongan-khas-bangkalan-direndam-dalam-gentong-berbulan-bulan

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com