SIDOARJO, KOMPAS.com - Proses evakuasi pengangkatan material runtuhan mushala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur mulai menggunakan alat berat berupa crane.
Kepala Subdirektorat Pengendali Operasi Bencana dan Kondisi Membahayakan Manusia dari Direktorat Operasi Kantor Basarnas Pusat, Emi Freezer, menjelaskan beberapa tahapannya.
Sebelum memutuskan penggunaan alat berat, SAT gabungan melakukan rangkaian asasemen dengan steril area lalu menggunakan alat detektor yang menangkap sensitivitas gerakan.
“Karena alat ini daya tangkapnya bisa sampai 50 meter radiusnya dari alat."
"Jadi kalau ada orang beraktivitas di situ akan tertangkap di dalam detektor dan ini akan membuat kita multitafsir, menganggap bahwa ada yang hidup padahal itu orang lain yang ada di sekitar,” ujarnya.
Kemudian memasuki fase heal di mana petugas akan melakukan penyisiran secara manual dengan memanggil-manggil. Apabila tak kunjung ada sinyal, search cam aman diterjunkan.
“Dia memiliki jangkauan bisa sampai 5 meter. Dia bisa masuk ke dalam celah-celah di antara runtuhan. Hasil nihil, keluarannya adalah video recording,” ungkapnya.
Alat kedua yang digunakan adalah wall scan software 400. Detektor yang ditempel di dinding memiliki radius scanning 120 derajat dengan jangkauan terjauh 20 meter.
Detektor ini bisa menangkap objek melewati tembok. Ada dua objek yang ditangkap, tanda kehidupan dalam bentuk denyut nadi; panas tubuh; hingga gerakan.
Kedua, sinyal dalam bentuk grafik. Untuk mendeteksi jumlah korban akan mengeluarkan hasil berupa coding warna.
Petugas pun memberikan instruksi agar para korban yang masih sadar membuat gerakan sekecil apapun supaya bisa terdeteksi oleh alat.
“Kita berikan instruksi dengan penguat bahwa kalau bisa bergerak, lakukan gerakan kecil agar kami bisa melakukan scanning. Itu kami beri instruksi, jadi bukan kami bawa alat di medium,” imbuhnya.
Baca juga: Cerita Alfatih, Tidur 3 Hari di Bawah Puing Reruntuhan Mushala Ponpes Al Khoziny
Alat ketiga yang digunakan adalah multi-surface scanning dapat menangkap visual dan seismic motion.
Apabila dari seluruh proses scanning yang dilakukan hasilnya masih nihil tanda-tanda kehidupan, maka petugas berkoordinasi dan diputuskan mengangkat material reruntuhan dengan alat yang memungkinkan aman, berupa crane.
“Diangkat dulu puing-puing yang tidak terkoneksi. Setelah yang terkoneksi selesai, diambil blok-blok, tetapi yang kurang dari 5 ton. Kalau dia lebih dari 5 ton, maka akan dilakukan proses cutting. Setelah diangkat satu blok, maka akan di-assessment,” jelasnya.