BLITAR, KOMPAS.com – Khoirul Anam, penasihat hukum dari pelapor dugaan penelantaran anak oleh seorang anggota DPRD Kabupaten Blitar dari Fraksi PDI-P berinisial S mengungkap adanya pertemuan antara S dengan pimpinan dan anggota Badan Kehormatan (BK) DPRD di satu lokasi di Kota Blitar.
Anam, penasihat hukum dari perempuan bernama inisial RD (30) yang mengaku sebagai istri siri S itu menyebut, pimpinan dan sejumlah anggota BK Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blitar telah bertindak melampaui batas karena menemui S yang memiliki kasus yang sedang disidangkan oleh alat kelengkapan DPRD tersebut.
“Bagaimana bisa BK menemui orang yang sedang disidang oleh BK di satu rumah makan di luar forum rapat BK. Ini seperti hakim menemui terdakwa di luar ruang sidang,” ujar Anam kepada awak media, Selasa (30/9/2025) malam.
Anam mengaku tidak akan tinggal diam dan akan melaporkan adanya pertemuan tersebut ke pimpinan DPRD Kabupaten Blitar disertai bukti-bukti yang dimilikinya.
Kepada Kompas.com, Anam menunjukkan beberapa bukti adanya pertemuan tersebut, antara lain berupa tiga file foto yang merekam pertemuan 4 orang di satu meja makan.
Dalam foto-foto itu, terlihat S duduk di samping seorang perempuan yang diduga Ketua BK DPRD Kabupaten Blitar Anik Wahjuningsih. Keduanya berhadap-hadapan dengan dua anggota BK bernama inisial B dan A.
Menurut Anam, pertemuan itu berlangsung pada Minggu (28/9/2025) di sebuah rumah makan di Kota Blitar.
Ketua BK DPRD Kabupaten Blitar, Anik Wahjuningsih tidak menjawab saat dikonfirmasi soal pertemuan itu.
Anik juga tidak menjawab saat ditanya perkembangan penanganan pelaporan terhadap S meski masalah ini telah dilaporkan sejak hampir 3 bulan lalu.
Sementara itu, Anam menolak menyebutkan bagaimana dirinya mendapatkan foto-foto itu.
Ia hanya menegaskan bahwa semua ini dilakukan untuk kepentingan kliennya, yakni agar mendapatkan keadilan terutama untuk masa depan anak kliennya yang kini berusia 2,5 tahun.
Dia juga mengaku sudah cukup lama mengendus adanya gelagat BK DPRD Kabupaten Blitar akan memberikan keputusan yang didorong motif melindungi rekan sesama anggota DPRD dan merugikan kliennya.
“BK sangat lambat mengambil langkah-langkah. Selama ini terkesan mengulur-ulur waktu dan sangat tertutup dari media kan?,” ujarnya.
Gelagat melindungi S, kata Anam, juga terlihat dari pernyataan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar M Rifai yang menyebut dugaan penelantaran anak oleh S tidak masuk ranah pelanggaran etik karena tidak berkaitan dengan “tupoksi” S selaku anggota DPRD.
“Yang namanya etik kan personalnya. Seharusnya S menjaga nilai martabat sebagai anggota dewan, anggota partai,” kata Anam.