KEDIRI, KOMPAS.com - Empat pelajar tingkat sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, tengah menjalani proses persidangan di pengadilan atas dugaan keterlibatannya pada unjuk rasa 30 Agustus 2025.
Para pelajar itu yakni DA, DF, CR, serta FP yang didakwa melakukan pencurian dengan barang bukti sebuah pelat papan nama sebuah lembaga pemerintah di Kabupaten Kediri.
Rofian, selaku pendamping hukum para anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) tersebut berkeyakinan, apa yang didakwakan terhadap kliennya itu terlalu berlebihan.
“Saat sidang kemarin, unsur pencuriannya tidak tampak. Anak-anak itu menemukan pelat di luar pagar bahkan setelah kerusuhan terjadi,” ujar Rofian, Kamis (25/9/2025).
Baca juga: LBH Kritik Penangkapan Pelajar Nganjuk yang Diduga Menghasut Kerusuhan di Kediri
Rofian menceritakan, para kliennya tersebut juga bukan merupakan peserta unjuk rasa apalagi pelaku kerusuhan.
Keberadaan mereka di kawasan Kantor Pemkab Kediri, masih kata Rofian, bermula saat kliennya mengetahui informasi adanya keramaian yang tengah berlangsung dan viral di media sosial.
“Itu didorong rasa penasaran mereka. Rasa ingin tahunya anak-anak kan lebih besar karena fase pertumbuhan mereka. Jadi mereka datang karena penasaran,” lanjut Rofian.
Namun, sesampainya di lokasi, keramaian yang ada sudah bubar dan para kliennya hanya mendapati dampak kerusakan yang ada. Hingga kemudian, mereka menemukan pelat nama lalu dibawanya pulang.
“Pelat itu ditemukan di luar pagar. Karena rasa ingin tahu akhirnya dibawalah itu hingga akhirnya ditangkap polisi,” ujar Rofian.
Perkara hukumnya terus berlanjut hingga ke persidangan karena nilai taksiran pelat tersebut mencapai Rp 3,1 juta. Pelat besi itu berukuran sekitar 1 x 1,5 meter.
Perihal nilai kerugian yang diungkap jaksa saat persidangan yang berlangsung secara tertutup, Rofian menyebut masih menjadi salah satu perdebatan. Sebab, hitungan harga didasarkan pada nilai awal pengadaan barang beserta kelengkapan unitnya.
“Sedangkan yang dibawa klien saya itu hanya pelatnya saja. Artinya nilainya bisa lebih rendah belum termasuk penyusutannya juga. Konstruksi BAP itu yang kami sayangkan,” lanjutnya.
Oleh sebab itu, pihak pengacara berharap para hakim nantinya bisa lebih bijak lagi memandang perkaranya. Apalagi, kliennya adalah anak-anak yang masih panjang masa depannya.
Pihaknya juga menyoroti tindakan kepolisian dalam penanganan demo Agustus 2025. Alih-alih menangkapi anak-anak, seharusnya kepolisian mengungkap sosok yang menjadi dalang kerusuhan tersebut.
“Jika boleh fair, ini juga menjadi bahan evaluasi bagi kepolisian saat pengamanan aksi. Pengamanan harus maksimal. Agar terhindar dari keterlibatan anak-anak. Ungkap dalangnya juga.” pungkasnya.
Sebelumnya, aksi solidaritas terhadap Affan Kurniawan yang pecah di sejumlah tempat pada 30 Agustus 2025 juga berlangsung di Kediri.
Aksi solidaritas itu berakhir dengan kericuhan yang menyebabkan sejumlah bangunan di antaranya Mapolres, gedung DPRD, gedung Pemkab, hingga museum menjadi rusak maupun terbakar.
Atas peristiwa itu, polisi menangkap puluhan orang dari beragam usia yang diduga terlibat dalam aksi tersebut.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang