SURABAYA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan sosialisasi penguatan integritas di Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.
Sosialisasi ini dilakukan pasca-kasus pungutan liar (pungli) pengurusan administrasi kependudukan (adminduk).
Sosialisasi antikorupsi dari KPK tersebut dihadiri oleh Perangkat Daerah (PD) mulai dari sekretaris daerah (Sekda), kepala dinas, kepala bidang, camat dan lurah.
Baca juga: Eri Cahyadi Terima Laporan Pungli dengan Nominal Capai Rp 1,5 Juta
"Jadi ini kami bekerja sama dengan teman-teman KPK untuk menyampaikan sosialisasi terkait pencegahan korupsi dan gratifikasi," kata Eri di Graha Sawunggaling, Selasa (16/9/2025).
"(Sosialisasi) ini menindaklanjuti pernyataan kami bersama, di mana seluruh pegawai Pemkot Surabaya berkomitmen tidak akan ada lagi pungutan atau menerima sesuatu," tambahnya.
Baca juga: Eri Cahyadi Terima 15 Laporan Pungli Saat Urus Adminduk, dari Rp 500.000 hingga Rp 1,5 Juta
Eri berniat melanjutkan kerja sama dengan KPK untuk memberikan sosialisasi kepada pengurus RT/RW dan LPMK. Dengan tujuan, memberikan pemahaman dampak korupsi di tingkat paling bawah.
"Kami akan mengundang KPK lagi untuk sosialisasi kepada RT/RW. Kami akan sampaikan pungutan di luar iuran kebersihan atau keamanan itu adalah hal yang tidak benar," ujarnya.
Eri menargetkan Pemkot Surabaya menjadi Wilayah Bebas Korupsi (WBK) tahun 2026 mendatang. Menurutnya, para Aparatur Sipil Negara (ASN) harus memberi kenyamanan bagi warga.
"Semua dinas di tahun 2026 harus punya WBK, semua pelayanan publik harus masuk zona integritas wilayah bebas dari korupsi. Ini bukti komitmen kami dalam memberikan pelayanan terbaik," jelasnya.
Sementara itu, Kasatgas Sertifikasi dan Pemberdayaan Penyuluh Antikorupsi Utama LSP KPK, Sugiarto menyebut, para perangkat daerah sudah diberi amanat untuk membantu masyarakat tanpa korupsi.
“Kunci pencegahan korupsi adalah tidak menjadi pelaku dan menghindari konflik kepentingan," ucap Sugiarto.
“Yang dilarang adalah yang berhubungan dengan jabatan dan secara aturan dilarang untuk menerimanya. Selain itu boleh, seperti hadiah dari keluarga, itu namanya gratifikasi yang diperbolehkan," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Eri Cahyadi menerima sebanyak 15 laporan pungli dalam pengurusan administrasi kependudukan (adminduk) dengan biaya Rp 500.000 sampai Rp 1,5 juta.
Eri mengatakan masih akan menghubungi belasan orang yang melapor perihal pungli kepadanya. Oleh karena itu, dia sekarang belum bisa membuktikan kebenarannya.
"Ada sekitar 15 laporan (pungli), tapi ini mau saya hubungi dulu, karena tidak ada bukti, cuman hanya menyampaikan-menyampaikan saja," kata Eri di Graha Sawunggaling, Selasa (9/9/2025).
Eri menyebut, laporan pungli tersebut terkait kepengurusan Kartu Keluarga (KK) hingga Kartu Tanda Penduduk (KTP). Sedangkan, uang yang diberikan sekitar Rp 500.000 sampai Rp1,5 juta.
"Ya sama (laporan seperti di Kelurahan Kebraon) KTP, KK, pindah KK, soalnya ngono-ngono iku (seperti begitu-begitu). (Diberi uang) ada yang Rp 500.000, Rp 1 juta, ada yang Rp 1,5 juta," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang