Suatu kali, ia bersama rekannya melakukan investigasi Kontak dengan pasien TB di sebuah desa.
Alih-alih diterima, mereka justru dilaporkan ke polisi.
Pasalnya, saat melakukan kunjungan, dia tidak melapor ke bidan desa atau ke kantor desa.
“Waktu itu kader pendamping desa itu tidak lapor ke desa, jadi pihak puskesmas tidak tahu, pihak desa juga tidak tahu, akhirnya kita dibawa ke polsek ditanyai, ada warga melapor. Itu kesalahan kami sendiri karena tidak koordinasi dengan pihak desa,” ujarnya sambil tersenyum mengingat kejadian tersebut.
Sukanti menganggap itu risiko lapangan dan ia tidak mundur, malah semakin semangat.
Untuk tidak mengalami kejadian tersebut, dia mengaku lebih sering berkoordinasi dengan pemerintah dan bidan desa.
“Saya pikir, kalau saya berhenti, siapa lagi yang mau membantu?” katanya.
Tak hanya dibawa ke kantor polsek, Sukanti juga pernah harus jatuh bangun karena dikejar anjing peliharaan pasien. Beruntung pemilik anjing muncul memberikan bantuan.
“Rumahnya di atas bukit, jadi saya lari sambil minta tolong. Beruntung pemiliknya muncul,” kenangnya sambil tertawa.
Meski penuh rintangan, semua rasa lelah Sukanti terbayar ketika melihat pasien sembuh.
Ia masih ingat saat seorang pasien yang sembuh memberinya buah hasil kebun.
“Itu lebih berharga daripada uang ratusan ribu. Rasanya luar biasa,” katanya haru.
Para relawan sadar, TBC bukan hanya penyakit, tetapi juga masalah sosial.
Pasien tidak hanya membutuhkan obat, tetapi juga dukungan, pemahaman, dan semangat agar tidak menyerah.
“Mereka banyak yang tidak tahu berobat ke mana, caranya seperti apa. Makanya kita hadir mendampingi mereka, mengantar mereka. Kita juga menyadarkan masyarakat bahaya TBC, memahamkan mereka bahwa TBC bisa sembuh dan mendorong masyarakat tidak mengucilkan penderita TBC, tapi mendorong mereka untuk berobat,” ujar Sukanti.
Di balik suara batuk yang terdengar di sudut-sudut kampung, ada langkah-langkah kecil penuh keberanian dari para relawan.
Langkah mereka mungkin sederhana, tetapi justru menjaga banyak orang agar tetap bisa bernapas.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang