Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negosiasi Alot Warnai Pemulangan 7 Pekerja Migran yang 1,5 Tahun Tak Digaji di Guinea Ekuatorial

Kompas.com, 4 September 2025, 12:56 WIB
Icha Rastika

Editor

MADIUN, KOMPAS.com - Pengiriman tenaga kerja non-prosedural ke luar negeri kembali menuai persoalan, setelah pemulangan tenaga migran Indonesia (PMI) asal Madiun dan Magetan belum lama ini.

Hanya berbekal undangan, 7 PMI itu malah bekerja selama 1,5 tahun dengan diganti uang makan tetapi tidak digaji di Guinea Ekuatorial, Afrika Tengah sejak tahun 2024.

Melalui proses panjang dan negosisasi alot, akhirnya 7 pekerja itu berhasil dipulangkan dan diterima Wakil Bupati Madiun, dr Purnomo Hadi di Graha Praja Mukti Pemkab Madiun, Rabu (3/9/2025) pukul 13.00 WIB.

Mereka terdiri dari 6 PMI asal Kabupaten Madiun dan 1 PMI asal Kabupaten Magetan, yang mengadu nasib di Guinea Ekuatorial, sebuah negara yang sangat jauh dari Indonesia.

Baca juga: Cerita Tujuh PMI asal Madiun-Magetan yang Kerja di Guinea Ekuatorial, Hanya Dapat Uang Makan Rp 2 Juta

Salah Satu PMI asal Desa Sugihwaras, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Agung Subianto mengaku bersyukur bisa pulang ke Tanah Air setelah terkatung-katung di luar negeri.

Agung menuturkan pengalamannya bekerja di Afrika.

“Ada kawan di sana, hanya lewat telepon nanti tanya kalau ada lowongan kerja masuk ke sana. Ketika sudah sampai ternyata kontrak kerja tidak dibikin, izin tinggal pun tidak ada,” ujar Agung.

Tergiur dengan gaji tinggi, Agung bersama kawan-kawannya berangkat, Jumat (9/8/2024).

Setibanya di sana, mereka bekerja di perusahaan kayu serta disediakan penginapan di sebuah kampung.

“Kami bekerja di hutan, terus berpindah membawa alat berat untuk menarik kayu. Kami merasa janggal pada bulan November saat menanyakan gaji,” katanya. 

Pengurus pekerja di sana mengaku tidak tahu perihal gaji, sehingga Agung dkk sempat berhenti bekerja tetapi malah kesulitan mencari makan.

"Kalau di sana harus bekerja lalu diberi uang makan, tetapi tidak ada gaji,” tutur Agung.

Ia pun mencoba melapor ke KBRI Abuja Nigeria. Akan tetapi, pihak KBRI menyarankan ke KBRI Yaounde Kamerun.

“Setelah melalui proses yang panjang dari April 2025, akhirnya kami bisa kembali ke Tanah Air,” ujar Agung.

Baca juga: 7 PMI Asal Jawa Timur Jadi Korban TPPO di Afrika Berhasil Dipulangkan ke Tanah Air

Sekretaris Kedua KBRI Yaounde Kamerun, Anindita Aji Pratama menyampaikan, para pekerja itu melaporkan permasalahan pekerjaan kepada KBRI sekitar Oktober 2024.

“Saat itu mereka kesulitan karena pihak yang seharusnya mempekerjakan mereka, tidak lagi membayar gaji sesuai kesepakatan,” kata Anindita.

Ia mengatakan, legalitas 7 PMI itu juga tidak diurus oleh pemberi pekerja, sehingga mereka dinyatakan overstay, atau tinggal di sana tanpa dokumen resmi.

“Kalau misalnya harus keluar, mereka melewati pemeriksaan dan ada resiko untuk ditahan, dan memicu masalah imigrasi juga,” ujarnya.

Tidak mau mengalami kejadian yang tidak diinginkan, KBRI Yaounde Kamerun melakukan berbagai upaya, termasuk mendiskusikan langkah-langkah yang akan dilakukan ketika para 7 PMI dalam kesulitan.

“Selama proses terus berjalan dan tidak ada perkembangan dari pemberi kerja, akhirnya KBRI berkoordinasi dengan stakeholder dalam negeri,” katanya. 

Pihaknya berkoordinasi dengan Pemkab Madiun, Pemkab Magetan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Kementerian P2MI.

Hingga akhirnya, mereka berhasil dipulangkan pada 16 Agustus 2025 melalui Bandara Kamerun, dan sampai di Tanah Air pada 1 September 2025.

“Sempat ada kendala, Guinea Ekuatorial melakukan negosiasi alot. Saya yang memimpin langsung di lapangan itu tidak diperbolehkan masuk ke perbatasan,” kata dia.

Baca juga: Pekerja Migran Indonesia di Guinea Ekuatorial Afrika Tengah Minta Dipulangkan, Mengaku Ditipu Agen China

Karena ada masalah administratif di sisi Guinea Ekuatorial, terjadi pembicaraan tingkat tinggi antara Dubes RI dengan Pemerintah Guinea Ekuatorial. Kendati sempat alot, negosiasi akhirnya tetap berjalan.

“Mereka masuk ke Guinea Ekuatorial secara mandiri, hanya berbekal undangan atau permintaan bekerja dari pihak sana. Jadi tidak ada perlindungan dan non-prosedural,” tuturnya.

Agar peristiwa serupa tidak terulang, pihaknya mengimbau masyarakat yang hendak bekerja keluar negeri, terutama daerah Afrika Tengah, agar menggunakan jalur prosedural lewat BP2MI.

“Ketika melapor melalui BP2MI nanti dapat menghubungi kami di kedutaan dan kami mengecek, apakah perusahaan itu bonafit dan dapat dipercaya atau tidak. Sehingga kami di Kedutaan Perwakilan Republik Indonesia, dapat melakukan perlindungan," katanya.

Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul "1,5 Tahun Bekerja di Afrika Tanpa Digaji, 7 PMI Madiun dan Magetan Dipulangkan Lewat Negosiasi Alot."

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Surabaya
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Surabaya
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Pegawai Honorer RSUD Kota Blitar yang Curi Perhiasan Emas Bergaji Rp 3 Juta Lebih
Surabaya
Syukur Aziz Jalani Hidup dengan Upah Rp 1.300 per Barang sebagai Kurir Paket
Syukur Aziz Jalani Hidup dengan Upah Rp 1.300 per Barang sebagai Kurir Paket
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau