MADIUN, KOMPAS.com - Dinas Perdagangan dan Koperasi Usaha Mikro Kabupaten Madiun mengklaim tidak ada jenis gula rafinasi yang beredar di pasaran Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Saat ini, gula yang beredar di pasar di Kabupaten Madiun merupakan produk pabrik gula di sekitar Madiun Raya.
Klaim itu disampaikan Kabid Perdagangan, Disperdagkop-UM Kabupaten Madiun, Hendah Dwi Wijayani menanggapi belum terbayarnya 6.000 ton gula milik petani yang disinyalir lantaran maraknya beredar gula rafinasi di pasaran.
Menurut Hendah, sampai saat ini pihaknya belum menerima laporan dari para pedagang yang mengeluhkan adanya peredaran gula rafinasi di masyarakat. Biasanya, bila didapati gula rafinasi di pasaran, pedagang langsung melaporkan ke dinas.
Baca juga: BUMD Milik Pemkab Madiun PHK Belasan Karyawan, Tunggakan Gaji dan Pesangon Belum Dibayar
“Biasanya bila ada gula rafinasi di pasaran, kami mendapat laporan dari pedagang. Dari laporan itu segera kami lakukan sidak monitoring. Sementara sejauh ini kami belum menerima laporan apapun,” tutur Hendah, Rabu (27/8/2025).
Hendah menyatakan, sampai saat ini pihaknya juga belum mendapatkan laporan dari pabrik gula terkait kemacetan penjualan gula petani yang berdampak ribuan ton gula menumpuk di gudang pabrik. Ia menduga banyaknya gula yang petani yang belum terbayar lantaran daya beli masyarakat yang turun.
Baca juga: 6.000 Ton Gula Menumpuk Tak Laku, Petani di Madiun Menjerit
“Kami belum mendapatkan laporan adanya kendala penjualan dari pihak pengelola gula. Bahkan saat kami bertemu PT Sinergi Gula Nusantara kemarin untuk membahas pasokan operasi pasar murah di Madiun, tidak ada yang menyinggung kendala penjualan gula petani,” kata Hendah.
Kendati belum ada laporan, Hendah mengatakan pihaknya akan memonitoring terkait permasalahan gula milik petani yang belum di pasaran. Tak hanya itu, timnya juga akan berkoordinasi dengan pihak pengelola gula petani hingga tingkat pedagang di pasar terkait pendistribusian gula petani saat ini.
“Terkait masalah ini akan kami tindak lanjuti dengan melakukan monitoring dan evaluasi ke pihak terkait pendistribusian gula dari pabrik gula petani. Dengan demikian inti permasalahan bisa ditemukan. Selain itu segera dilakukan penindakan agar petani tebu bisa segera mendapatkan haknya,” jelas Hendah.
Ia menambahkan, saat ini harga gula di pasaran masih stabil, yakni Rp 16.000 per kilogram. Sementara harga pokok produksi di pabrik sekitar Rp 14.500 per kilogram.
Diberitakan sebelumnya, ribuan petani tebu di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, sedang berada di ujung tanduk.
Sebanyak 6.000 ton gula hasil panen senilai Rp 87 miliar menumpuk di gudang Pabrik Gula (PG) Pagotan, tak laku di pasaran. Penyebabnya, gula produksi petani kalah bersaing dengan gula rafinasi impor yang membanjiri pasar dengan harga lebih murah.
Ketua Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Kabupaten Madiun, Mujiono, mengungkapkan keprihatinannya tentang kondisi ini.
“Sudah lebih dari dua bulan gula petani tidak terjual. Sekitar 300 petani tebu kini menjerit. Bertahan hidup saja sulit. Apalagi banyak yang mengandalkan pinjaman bank untuk operasional tanam. Jika gula tidak laku, utang mereka terancam tak terbayar,” ujar Mujiono, di Madiun, Selasa (26/8/2025).
Menurut Mujiono, gula rafinasi impor menjadi biang keladi yang memicu keadaan ini. Harganya yang lebih murah, berkisar antara Rp 15.000-Rp 16.000 per kilogram di pasar dan mal, membuat konsumen beralih dari gula petani.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang