Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diserang Hama Tikus, 2 Musim Tanam Padi, Petani di Ngawi Selalu Gagal Panen

Kompas.com, 20 Agustus 2025, 10:07 WIB
Muhlis Al Alawi,
Bilal Ramadhan

Tim Redaksi

NGAWI, KOMPAS.com - Nasib pilu dialami petani di Dusun Jeruk Gulung, Desa Patalan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.

Dua kali masa tanam padi, petani di dusun itu selalu gagal panen lantaran serangan hama tikus.

Pardi, salah satu petani Dusun Jeruk Gulung, menyatakan musim pertama setidaknya sekitar 83 hektar yang ditanami padi gagal panen.

Sementara pada musim tanam kedua terdapat 21 hektar yang ditanami padi gagal panen akibat serangan hama tikus.

“Jadi kami sudah dua kali tanam dan dua kali kami gagal panen,” kata Pardi, yang dikonfirmasi Selasa (19/8/2025).

Baca juga: 2 Hari Hujan, Petani Resah Kualitas Tembakau Menurun dan Terancam Gagal Panen di Pamekasan

Pardi mengatakan serangan hama tikus mulai menerjang padi petani sejak awal tahun.

Kondisi itu menjadikan puluhan hektar lahan yang ditanami padi gagal panen.

Tak sanggup menghadapi serangan hama tikus, petani memilih membiarkan lahannya tidak ditanami sementara waktu.

Tak ingin mengulang nasib serupa, para petani banting stir mengganti tanaman padi menjadi menanam tebu.

“Sudah dua kali kami gagal panen padi. Makanya kami sekarang ganti tanam tebu,” ujar Pardi.

Baca juga: Gagal Panen Mengancam, Riyono Salurkan Bantuan Pestisida 2.500 Liter Tangani Hama Wereng di Ponorogo

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Ngawi Supardi mengatakan dinasnya sudah mendapatkan laporan serangan hama tikus di Dusun Jeruk Gulung, Desa Patalan sejak bulan Juli lalu.

Dari 83 hektar lahan yang ada 63 hektar diantaranya dibiarkan tidak ditanami lantaran sebelumnya gagal panen.

"Berdasarkan laporan dari petani, serangan hama tikus banyak di daerah pegunungan seperti di Desa Patalan, Kecamatan Kendal," kata Supardi.

Terhadap laporan itu, petugas DKPP bersama kelompok tani sudah berupaya mengendalikan hama tikus melalui gerakan pengendalian (gerdal) dan pembuatan rumah burung hantu.

Baca juga: Hama Wereng Serang Padi di Madiun, Petani Cemas Bakal Gagal Panen

Tak hanya itu, petugas dan petani juga sudah membuat umpan racun.

Hanya saja kondisi sawah di Desa Patalan yang terasering menjadikan populasi tikus sulit dikendalikan.

“Kondisi sawah di Desa Patalan membuat populasi tikus lebih sulit dikendalikan dibanding lahan dataran rendah," jelas Supardi.

Supardi menambahkan DKPP akan memberikan bantuan berupa benih padi dan pupuk organik cair terbuat dari urine sapi dan kelinci agar dapat mengurangi serangan hama tikus.

Pasalnya tikus tidak menyukai bau tidak sedap yang timbul dari pupuk organik cair.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Bus Wisatawan Jadi Tawanan Warga Lokal di Banyuwangi Gara-gara Tak Bayar Rp 150.000
Surabaya
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Residivis Pencurian Ternak Serang Polisi Pakai Parang, Pelaku Tewas Tertembak
Surabaya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau