LUMAJANG, KOMPAS.com - Para petani tembakau di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, sedang mengalami dilema besar jelang musim panen.
Sebab, tembakau yang ditanam para petani terancam tak bisa dibeli oleh pabrik jika kandungan Tobacco Specific Nitrosamines (TSNA) tinggi.
TSNA adalah sekelompok senyawa kimia yang sangat berbahaya dan bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker.
Senyawa ini terbentuk secara alami dalam daun tembakau selama proses penanaman, pengeringan, fermentasi, dan pengolahannya.
Secara sederhana, TSNA dipicu oleh tingginya tingkat kelembapan pada tembakau kering.
Manager Agronomi PT Aliance One Indonesia Sumitro mengatakan, TSNA akan muncul pada tembakau yang sudah kering.
Biasanya, munculnya TSNA dipicu oleh sirkulasi udara yang kurang maksimal pada saat proses pengeringan di gudang tembakau.
Baca juga: Gudang Tembakau di Pamekasan Terbakar, Warga Setempat: Hanya Sampah
Akibatnya, tembakau yang sudah kering menjadi lembek atau tidak renyah lagi karena lembab.
"Kalau di gudang sirkulasinya tidak baik, akan menimbulkan TSNA yang akhirnya tembakau ini ayem kalau bahasa petaninya," kata Sumitro di Lumajang, Kamis (7/8/2025).
Jika kondisi ini dibiarkan, para petani terancam rugi karena tembakaunya tidak akan dibeli oleh pabrik.
"Risikonya kalau petani mengirim tembakau dengan TSNA tinggi ya nanti di-reject atau ditolak sama pabrik, dan ini berarti tahun depan kami sebagai mitra tidak bisa lagi bermitra dengan petani," ungkapnya.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah TSNA adalah mengganti desain gudang pengeringan tembakau dari yang awalnya bersilangan dengan arah angin, kini dijadikan searah dengan arah angin supaya tembakau bisa kering maksimal.
Selain itu, petani juga diberi pemahaman tentang bagaimana cara menyimpan tembakau yang aman dan terhindar dari munculnya TSNA.
"Upayanya kita ubah desai gudang pengeringan agar sirkulasinya baik, disamping itu setelah kering tembakaunya akan kita beri penanganan dengan penyimpanan yang baik," jelasnya.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Lumajang Dwi Wahyono mengatakan, saat ini 20 persen dari 1.220 hektar tanaman tembakau di Lumajang pertumbuhannya tidak normal.