Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Memed yang Viral Disebut Thomas Alva Edhi Sound Horeg

Kompas.com, 28 Juli 2025, 20:18 WIB
Imron Hakiki,
Aloysius Gonsaga AE

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Ahmad Abdul Aziz (29), yang lebih dikenal dengan nama Memed, baru-baru ini menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Ini karena videonya ketika ia tengah mengatur suara sound horeg, viral.

Dalam video tersebut, Memed terlihat berada di depan mixer sound, dikelilingi warga yang menikmati pertunjukan.

Sebagai salah satu operator sound horeg dari Brewog Audio, Blitar, Memed mengaku terkejut dengan popularitas yang mendadak ini.

Meski banyak warganet yang memparodikan dirinya dan bahkan memlesetkan namanya menjadi Thomas Alva Edison, penemu listrik, Memed tidak marah.

Baca juga: Desak Buat Regulasi Khusus, Waka DPRD Tulungagung: Sound Horeg Tak Sejalan dengan Nilai Agama dan Sosial

"Gak marah. Sebab, Mas Bre (pemilik Brewog Audio) selalu bilang kepada kami agar harus kuat mental," ungkapnya saat ditemui di Malang, Senin (28/7/2025).

Memed menjelaskan bahwa dunia sound system telah menjadi passion-nya sejak kecil, meskipun ia tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang teknik.

Keterlibatannya dalam dunia ini dimulai ketika ayahnya, yang juga seorang kru sound system, membawanya untuk ikut serta.

"Sejak kecil saya diajak oleh ayah saat menjadi operator sound system. Jadi memang sudah akrab," ujarnya.

Sebelum bergabung dengan Brewog Audio pada akhir 2018, Memed telah bekerja sebagai operator lepas untuk berbagai sound system sejak 2016.

"Sampai berdiri, ke mana pun Brewog Audio diundang, saya selalu ikut," ujarnya.

Baca juga: Pemkab Kediri Akhirnya Buat Aturan Pawai Sound Horeg, Berikut Isinya

Memed juga menanggapi isu yang menyebutkan bahwa dirinya adalah penemu sound horeg.

Ia menegaskan, "Ya itu mungkin candaan nitizen saja. Penemunya bukan saya," ucapnya sambil mengulum senyum.

Ketika ditanya tentang kantong matanya yang menghitam, pria asal Desa Jiwut, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar ini membantah bahwa ia menggunakan obat-obatan terlarang.

Ia menjelaskan bahwa masalah tersebut disebabkan oleh pola tidur yang tidak teratur saat Brewog Audio mengikuti kegiatan karnaval.

"Kadang kalau sudah ikut kegiatan karnaval, saya hanya tidur 2-3 jam saja. Selain itu juga karena faktor genetik. Kantung mata saya memang besar seperti itu," pungkasnya.

Terakhir, Memed menegaskan dukungannya terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh MUI Jatim, yang melarang adanya penari erotis dan mengatur penurunan desibel.

"Jadi intinya kita akan tetap taat dengan aturan. Yang penting jangan sampai ditiadakan, karena ini sumber mata pencaharian saya dan teman-teman kami," tutupnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau