BANGKALAN, KOMPAS.com - Moh Wani (67), seorang pasien kritis asal Pulau Mandangin, terpaksa menaiki perahu tradisional untuk mendapatkan perawatan di Rumah Sakit Qonaah, Sampang, Jawa Timur.
Perjalanan tersebut memakan waktu 2,5 jam, di mana Moh Wani harus tetap menerima infus selama perjalanan.
Menantu Moh Wani, Moh Jalil (34), menjelaskan bahwa mertuanya mulai merasakan lemas pada Rabu (2/7/2025) sekitar pukul 13.00 WIB.
Keluarga segera membawanya ke Puskesmas Mandangin.
Baca juga: Pasien Pulau Mandangin Terpaksa Sewa Perahu untuk Berobat akibat Ambulance Boat Tak Beroperasi
"Setelah diperiksa petugas, kadar gula bapak mertua saya ternyata nol, jadi turun parah hingga tidak sadarkan diri," ungkapnya pada Jumat (4/7/2025).
Dalam kondisi kritis, petugas puskesmas memberikan suntikan untuk menaikkan kadar gula.
Dua puluh menit kemudian, Moh Wani mulai sadar dengan kadar gula naik menjadi 50.
"Setelah itu dua jam kemudian drop lagi. Lalu disuntik lagi. Pokoknya di puskesmas itu dapat dua kali suntikan," ujar Jalil.
Meskipun sudah sadar, kondisi Moh Wani tetap lemas dan harus dirawat.
Pada Kamis (3/7/2025) sekitar pukul 01.00 dini hari, ia kembali mengalami kondisi kritis.
Petugas puskesmas merekomendasikan agar Moh Wani dirujuk ke Rumah Sakit Qonaah.
"Tidak ada yang menawarkan speedboat ke kami. Kata petugas, speedboat mereka tidak bisa digunakan karena keterbatasan anggaran," tuturnya.
Jalil kemudian mencari perahu nelayan di dermaga Mandangin untuk mengantar mertuanya ke daratan.
Baca juga: Kisah Malang Seorang Pasien Gagal Ginjal di India, Meninggal Saat Cuci Darah karena Listrik Padam
"Sekitar jam 02.30 saya baru dapat perahu seharga Rp 400.000, lalu jam 03.30 bapak mertua saya tiba di dermaga dan langsung naik perahu ke Pelabuhan Tanglok," ujarnya.
Selama perjalanan, kondisi Moh Wani semakin kritis, diperparah oleh angin laut yang kencang dan ombak yang membuat perahu goyang.